Stoa dan Zen untuk Hidup Kita

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Dua aliran berpikir kuno ini, yakni Zen dan Stoa, hendak menemukan akar dari segala penderitaan manusia, dan mencabutnya. Amat menarik bukan? Tidak hanya menarik, namun hal ini juga amatlah penting. Jutaan, bahkan milyaran orang, didera penderitaan, tanpa bisa menemukan jalan keluar, sehingga berulang kali berpikir untuk menghabisi nyawa sendiri.

“Tidaklah mungkin mendamaikan kebahagiaan di satu sisi, dan keinginan untuk mendapatkan apa yang tidak ada sekarang ini di sisi lain,” begitu kata Epictetus, pemikir Stoa yang hidup sekitar 2100 tahun yang lalu di Kekaisaran Romawi. Aliran Stoa berkembang dari kumpulan pemikir yang sering berdiskusi di pasar kota Athena, atau agora. Di sini, orang tidak hanya membeli dan berdagang, tetapi juga saling berdiskusi tentang beragam hal, mulai dari karya seni, politik sampai dengan filsafat. Para pemikir Stoa berkumpul di dekat pilar di Agora yang dikenal dengan nama pilar Stoa.

Fokus karya-karya mereka adalah logika dan etika. Namun, etikalah yang sungguh menjadi perhatian utama mereka. Bagi mereka, kebahagiaan tertinggi hanya dapat diperoleh dengan kehidupan yang berkeutamaan. Keutamaan ini hanya dapat diperoleh, jika orang bisa menyingkirkan semua kesalahpahaman tentang hidup, dan belajar untuk melatih pikiran serta emosi yang ada.

Di berbagai negara, aliran Stoa mulai kembali terkenal. Beragam buku ditulis. Bahkan, konsultasi manajemen bisnis, mulai dari sumber daya manusia sampai pemasaran, pun menggunakan banyak ide dari aliran ini. Beberapa buku mencoba melihat kaitan erat antara aliran Stoa dan ajaran-ajaran Zen Buddhis yang sudah lebih dahulu lahir dan tersebar.

Keduanya juga melahirkan banyak terapi kesehatan mental. Zen Buddhisme menjadi dasar bagi Mindfulness Based Stress Reduction (MBSR) yang sudah banyak membantu orang untuk melampaui beragam penyakit akut. Stoa juga sudah melahirkan Stoic Mind-Training and Cognitive Behavioral Therapy. Dunia maya juga ramai dengan dua aliran ini yang bahkan berkembang menjadi Cyber-Zennist dan Cyberstoic.

Stoa menjadi amat terkenal sekarang ini, karena pendekatannya yang terbuka. Ia tidak terjebak pada ajaran mutlak apapun. Tidak ada aturan-aturan yang tidak masuk akal. Tidak ada pemujaan pada ajaran lama yang sudah tidak lagi cocok dengan perkembangan jaman.

Pijakan Stoa adalah akal budi, guna mengelola pikiran dan emosi. Jika diterapkan dengan seksama, ia bisa membantu orang melampaui segala bentuk penderitaan, dan mendorong hidup yang bermakna dalam hubungan dengan orang lain. Banyak kemiripan dengan pendekatan Zen Buddhis. Kedua aliran ini berpendapat, bahwa upaya melampaui penderitaan hidup manusia haruslah menjadi fokus utama kajian filsafat, agama dan ilmu pengetahuan.

Salah satu tokoh ternama di dalam aliran Stoa adalah Kaisar Romawi Markus Aurelius. Ia menulis buku yang berjudul Meditations. Sampai sekarang, buku ini terus dicetak ulang, karena masih menjadi inspirasi bagi banyak orang. Saya sempat membaca buku ini dengan seksama, sewaktu masa kuliah dulu.

Kebebasan dan Kebijaksanaan

Inti utama pemikiran Stoa dapat dirangkum di dalam kalimat berikut. “Beberapa hal berada di dalam kuasa kita. Namun, beberapa hal lainnya tidak.” Hal-hal yang berada dalam kuasa kita adalah pendapat kita, keinginan kita serta kebencian-kebencian yang kita rasakan. Sementara, hal-hal yang di luar kuasa kita adalah pendapat orang lain, perilaku orang lain dan bencana alam.

Di dalam pemikiran Stoa, kita perlu untuk bersikap tenang terhadap hal-hal yang berada di luar kuasa kita. Jika kita memaksakan kehendak terhadap hal-hal yang berada di luar kuasa kita, kita akan jatuh ke dalam kegagalan. Kita akan marah dan kecewa. Oleh karena itu, kita hanya perlu untuk fokus pada hal-hal yang berada di dalam kuasa kita. Inilah inti dari kebijaksanaan.

Epictetus menulis, “Jika kamu menolak untuk ikut serta di dalam perlombaan, dimana kemungkinan besar kamu akan kalah, maka kamu tidak akan pernah kalah.” Zen Buddhis memiliki ajaran yang kurang lebih serupa.

Sang Buddha Gautama, pendiri ajaran Buddha, pernah berkata, “Keuntungan dan kerugian, mendapatkan dan kehilangan, kehormatan dan penghinaan, celaan dan pujian, kenikmatan dan rasa sakit: semua hal ini tidaklah tetap, dan akan terus berubah. Dengan memahami ini, orang yang bijak mengamati semua hal yang terus berubah ini. Akhirnya, hal-hal yang memikat tidak lagi menarik hatinya, dan hal-hal yang jelek tidak lagi menimbulkan penolakan dan penderitaan.”

Meditasi dan Politik

Aliran Stoa dan Zen Buddhis sama-sama mengembangkan teknik bermeditasi. Salah satu yang paling banyak dikenal adalah meditasi dengan menyadari perubahan dari segala sesuatu. Karena semua berubah, tidak ada hal yang dapat sungguh kita kontrol. Kita lalu bisa menemukan kedamaian disini dan saat ini.

Stoa dan Zen bukan hanya ajaran soal kebahagiaan, tetapi juga ajaran politis. Keduanya menekankan martabat kehidupan dan tanggung jawab terhadap kebaikan bersama. Keduanya sepakat dalam soal kosmopolitanisme, yakni pandangan yang melihat manusia tidak hanya sebagai warga kelompok tertentu, melainkan sebagai warga semesta. Markus Aurelius pernah menulis, “Ketika kamu berpikir bahwa kamu sudah dilukai, terapkan cara berpikir ini: jika komunitas tidak dilukai karena hal ini, maka kamu juga tidak dilukai.”

Dalam banyak hal, ajaran Zen Buddhis jauh lebih kaya, daripada aliran Stoa. Berdasarkan sejarahnya, para pemikir Yunani Kuno setelah Kaisar Alexander memang banyak belajar dari filsafat India, terutama ajaran Hindu dan Buddhis klasik. Di masa sekarang, keduanya tetap bisa belajar dari satu sama lain, demi membantu banyak orang di jaman ini yang terjebak pada beragam penderitaan batin yang tak perlu.

Kutipan dan kerangka tulisan ini diinspirasikan dari Matthew Gindin, Do Buddhists Have Fellow Travelers in the Stoics? What an ancient group of ethicists can teach us about overcoming self-caused suffering, Tricycle, Desember 2017

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

24 tanggapan untuk “Stoa dan Zen untuk Hidup Kita”

  1. Dalam hidup INI untung-rugi, kaya-miskin, cantik-jelek, pintar-bodoh semua hanyalah ilusi. Kenapa harus dipermasalahkan?

    Suka

  2. ..jitu, bingo !!
    Untuk menjalan i hidup seperti tertulis diatas, ada baiknya peminat
    konsequent perlahan2 mendalam i inti seiring dengan “meditasi”.
    Tanpa meditasi, artikel tsb diatas hanya sepertinya lauk pauk pesta dengan rasa sae, semua percuma, nur “sehr guter vortrag, mehr nicht”
    Salam hangat !!

    Suka

  3. Di tradisi sufi ada yang namanya “zuhud”, menurut pak reza apa ini juga termasuh seperti tema yang dibahas?

    Suka

  4. aku bertanya berapa jumlah bintang di langit?
    anda hanya menjawab dengan diam..dan akupun bingung..
    jika anda menjawab 2,5 miliar…mungkin jumlah yang salah..atau anda ngawur ngarang…dan gila..
    aku bingung…
    hahaha..itulah zen..
    hallo salam sejahtera…
    aku melihat komentar..
    pertanyaan soal zen..sepertinya makin menambah kedunguan mereka..
    hehehe…zen adalah kegilaan yang indah..

    Suka

  5. zen itu meliputi segala hal tiada batas..
    jika zen tidak bisa di jelaskan berarti zen ada batasnya

    anda benar jika zen tidak bisa di jelaskan dengan kata dan konsep
    tapi sebenarnya zen bisa di jelaskan dengan kata dan konsep…
    soal penjelasannya
    salah dan benar tidak usah peduli ..tiada..

    salam bahagia..

    Suka

  6. Aku berkata:
    zen bukan sebatas konsep dan kata kata

    Anda menjawab:
    zen juga bukan sebatas praktek karena
    konsep dan kata kata juga tiada batasnya..ribuan bahkan milyaran..tiada terhingga..

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.