Abad Pengemis

Beggar, Andrey Surnov on ArtStation

Oleh Reza A.A Wattimena

Tampaknya, kita hidup di abad pengemis. Jutaan, bahkan milyaran orang, hidup sebagai pengemis di berbagai belahan dunia. Jangan salah. Mereka bukanlah pengemis uang, melainkan pengemis pengakuan dan kebahagiaan.

Seorang pengemis pengakuan selalu haus akan pengakuan. Mereka ingin diakui dan dikenal luas sebagai orang yang hebat dan berhasil, terutama dari keluarga dan orang sekitarnya. Mereka akan bersedih dan patah hati, bahkan bunuh diri, jika gagal mendapatkan pengakuan. Penolakan itu sama beracunnya seperti sianida.

Gejala ini dengan mudah dilihat di beragam sosial media yang ada. Lahirlah lalu sekelompok masyarakat yang dikenal sebagai banci sosial media. Mereka selalu menampilkan hal-hal yang mengundang perhatian di akun mereka, supaya mendapatkan perhatian maupun pengakuan di dunia maya. Jika gagal, sakit hati dan penderitaan adalah buahnya.

Bagi para banci sosmed, yang sekaligus pengemis pengakuan, penolakan itu bagaikan tamparan keras di pipi. Rasanya menyakitkan, tidak hanya secara fisik, tetapi pada batin. Penolakan menimbulkan rasa malu yang luar biasa. Pengakuan bagaikan udara: mereka tidak bisa hidup tanpanya.

Ada juga tipe pengemis lainnya, yakni pengemis kebahagiaan. Orang-orang ini selalu mencari cara untuk mendapatkan kebahagiaan, semahal apapun dan sekecil apapun yang bisa didapatkan. Mereka meminta pasangan mereka untuk membahagiakan mereka. Mereka meminta negara dan pasar untuk membahagiakan mereka dengan barang-barang ataupun penghargaan yang semu.

Para pengemis ini rela berbuat apapun, demi mendapatkan tujuannya. Mereka rela korupsi, menipu dan bahkan membunuh untuk memperoleh pengakuan dan kebahagiaan. Semua cara diperbolehkan, asal tujuannya didapat. Para pengemis pengakuan dan kebahagiaan ini, sesungguhnya, adalah sekumpulan orang-orang licik dan tak bahagia.

Padahal, hidup itu tidak perlu pengakuan ataupun kebahagiaan. Hidup itu sendiri, jika dipahami secara tepat, adalah kebahagiaan yang sesungguhnya. Pengakuan sosial itu sifatnya semu dan sementara, bahkan beracun, karena menciptakan ketergantungan. Pengemis pengakuan dan pengemis kebahagiaan adalah orang-orang yang tidak paham akan hakekat kehidupan yang sesungguhnya.

Seorang sahabat pernah bertanya kepada saya, apakah tujuan dan makna hidup ini? Jawaban saya singkat: untuk HIDUP! Artinya, tujuan kita hidup adalah untuk hidup sepenuhnya dengan segala tantangan dan kenikmatan yang ada. Di dalam diri kita, ada energi semesta yang abadi. Tubuh dan pikiran hanyalah sampah dari luar yang dikumpulkan dari perjalanan hidup kita.

Ada jenis pengemis lainnya yang biasa ditemukan di jalan-jalan raya, yakni pengemis uang. Saya menduga, mereka hanya mengemis uang. Pengakuan dan kebahagiaan sudah mereka dapatkan dari hidup yang mereka jalani. Mungkin lebih baik menjadi pengemis uang, daripada menjadi pengemis pengakuan dan kebahagiaan.

 

Mungkin…

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

20 tanggapan untuk “Abad Pengemis”

  1. hahaha..sy juga dulu pernah berpikir saya tidak perlu pengakuan…tapi apa sy gagal, hidup saya penuh dengan keterikatan, sy takut apa kata orang.

    Kira2 apa bagaiaman ya caranya melepaskan keterikatan tersebut..apa kita tidak anti sosial kalau melepas keterikatan tersebut?

    Lalu bagaimana dengan Teori hierarki kebutuhan Maslow. Karena menurut sy teori tersebut sangat relevan kalau tidak ingin disebut sangat benar. Tanpa kita sadari segala sesuatu yang kita lakukan ada motivasi terselubung kalau tidak ingin disebut vulgar.

    lalu apa sebenarnya tujuan kita untuk bersekolah sampai s1 s2 sampai s3, membeli barang wah, dan mandi gosok gigi dan menggunakan parfum jika bukan untuk pengakuan?

    Mapukah kita melawan framing? mereka menyewa idola kita untuk endorse produk2 mereka. seolah jika tidak punya gadget ini kita jadi rendah secara sosial.

    Semua orang mengejar status social. Maka bersiaplah dicap anti sosial, aneh dan sebutan lainnya jika kita tidak melakukannya.

    Jika sudah siap mungkin disana kita akan menemukan arti sebenarnya hidup ini.

    Disukai oleh 1 orang

  2. Saya ga bosan2 membaca tulisan bapak, berulang-ulang saya baca. Tulisan2 bapak seperti terapi buat sy betul2 memperbaiki pola pikir saya yg salah selama ini. Salam kenal pak.

    Disukai oleh 1 orang

  3. Halo. Salam.

    1. Sadari, bahwa kebutuhan akan pengakuan adalah hasil cuci otak masyarakat atas diri kita.
    2. Teori Maslow dibuat untuk menjelaskan gejala orang yang haus pengakuan, hasil bentukan sosial. Jika anda bisa melepaskan kehausan akan pengakuan ini, teori Maslow menjadi tak relevan.
    3. Sekolah bukan untuk pengakuan, tetapi untuk belajar menjadi lebih tahu dan lebih bijak. Mandi untuk kebersihan. Gosok gigi untuk kesehatan.
    4. Framing tidak bisa dilawan, namun bisa disadari. Ketika disadari, ia berubah menjadi pilihan, dan bukan lagi paksaan.
    5. Sebutan aneh dan tidak aneh itu ciptaan masyarakat saja. Tidak nyata. Tak usah dipikirkan.
    Semoga membantu

    Disukai oleh 1 orang

  4. Energi itu abadi. Ia berubah, namun kekal. Semua yang ada di alam semesta itu adalah energi. Ini fakta. Tidak perlu dicapai. Cukup disadari saja. Apa yang menyusun badan dan pikiran kita sama dengan apa yang menyusun bintang-bintang di langit.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.