Racun-Racun Pendidikan Kita

Void Mirror

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Lintas Ilmu, Tinggal di Jakarta

Pendidikan merupakan urusan bersama. Ia bukanlah hanya urusan para ahli ataupun praktisi pendidikan. Masyarakat sebagai keseluruhan, sebenarnya, merupakan sebuah institusi pendidikan. Pendidikan terjadi setiap saat di dalam kehidupan bersama, melampaui sekat-sekat ruang kelas.

Pendidikan tertinggi datang dari keteladanan hidup. Rumusan moral maupun ilmu pengetahuan akan menjadi percuma, tanpa keteladanan hidup yang nyata. Ketika keteladanan meredup, maka kemunafikan akan bertumbuh. Buih moral nan suci akan dibarengi dengan hasrat akan uang, kuasa dan kenikmatan seksual yang tak terbendung.

Sesungguhnya, pendidikan memiliki tujuan yang amat luhur. Ia membebaskan manusia dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan. Ia menyadarkan orang akan tempatnya tidak hanya di dalam masyarakat, tetapi di dalam semesta yang tak berhingga ini. Dari kesadaran tersebut lahirlah kebahagiaan sejati di dalam diri yang tidak tergantung pada apapun, baik oleh harta, kuasa maupun kenikmatan badani semata.

Sayangnya, pendidikan kita telah melintir jauh dari hakekatnya. Ia tidak lagi mencerdaskan dan membebaskan, melainkan justru memperbodoh dan memenjara pikiran. Proses pendidikan tidak lagi menjadi proses yang membahagiakan dan menyadarkan, melainkan justru menyiksa batin dan menumpulkan rasa. Ada lima racun pendidikan yang patut untuk diperhatikan.

Pertama, pendidikan kita sekarang ini hanya memiliki satu tujuan, yakni lulus tes. Pendidikan kehilangan akar dan tujuan luhurnya, dan menjadi semata soal kelulusan tes. Padahal, tes yang dibuat seringkali tidak mencerminkan kemampuan apa adanya, melainkan hanya potret sesaat dari keadaan yang sejatinya terus berubah. Pendek kata, tes-tes yang dilakukan, sesungguhnya, tidak hanya tidak berguna, tetapi juga merusak, karena membunuh roh hakiki pendidikan itu sendiri.

Dua, pendidikan kita terjebak pada kedangkalan. Ia hanya mendidik orang untuk menjadi pekerja di perusahaan-perusahaan, ataupun organisasi pemerintah. Pendidikan pun disempitkan hanya menjadi semata ketrampilan praktis dan kepatuhan di dalam menaati perintah atasan. Di dalam pendidikan semacam ini, manusia diubah menjadi layaknya robot ataupun mesin yang siap bekerja, ketika tombol ditekan.

Tiga, pendidikan juga terjebak pada mental dogmatik. Mental semacam ini menghormati tradisi dan agama secara buta, tanpa sikap kritis. Pendidikan pun berubah menjadi tempat cuci otak yang tidak hanya memperbodoh manusia, tetapi juga menyiksa batin mereka. Tak heran, orang-orang fanatik dan intoleran, yang merusak rajutan Pancasila dan Ke-Indonesiaan, bertumbuh subur di sekolah-sekolah kita.

Empat, pendidikan kita hanya berfokus pada kepintaran intelektual semata. Hal-hal lain dalam diri manusia, seperti hasrat, emosi dan rasa, cenderung diabaikan. Akibatnya, pendidikan menghasilkan manusia-manusia berkepala, namun tanpa hati dan empati. Orang bisa menjadi begitu cerdas dan rasional, namun kejam tanpa nurani.

Lima, pendidikan kita juga terjebak pada feodalisme. Guru dan orang tua menjadi pihak-pihak yang gila hormat. Mereka memaksakan cara pandang mereka ke generasi muda, dan menjadi jahat, ketika diberikan pertanyaan-pertanyaan kritis. Budaya feodalisme ini juga membunuh rasa ingin tahu sekaligus sikap kreatif yang menjadi jantung hati pendidikan.

Jika lima racun pendidikan tersebut tidak disadari dan diatasi, maka pendidikan justru akan menjadi sumber kehancuran bangsa. Pendidikan justru memperbodoh dan menyiksa jiwa. Produk pendidikan semacam ini adalah manusia-manusia “cacat” nurani. Tak heran, perilaku-perilaku yang merusak pun akan terus bermunculan di dalam kehidupan bersama, seperti korupsi yang tak terbendung, serta pemerkosaan terhadap perempuan yang merajalela di berbagai penjuru di Indonesia.

Pendidikan harus dikembalikan ke hakekat asalinya. Ia harus mendorong rasa ingin tahu dan kreativitas di segala bidang, sambil dibalut dengan nilai-nilai kosmopolit yang universal. Secara sistematik dan bertahap, kelima racun pendidikan harus dilenyapkan. Taruhannya tidak hanya masa depan bangsa, melainkan jati diri serta keberadaan bangsa Indonesia itu sendiri. Semoga ini menjadi perhatian kita bersama.

 

 

 

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

26 tanggapan untuk “Racun-Racun Pendidikan Kita”

  1. Sepakat pak Reza. Pendidikan kita sekarang memang tak ayal seperti pabrik yang hanya mencetak buruh yang siap berkerja di perusahaan kapitalis. Karena bagi mereka standar kesuksesan pendidikan adalah ketika bisa bekerja di perusahaan yang bergengsi dengan gaji selangit. Hahaha

    Suka

  2. Tidak bisa berkomentar Mas.
    Berkomentar juga sama dengan membenturkan kepala sama dinding.
    Bila dunia pendidikan kita sudah di bawah program mind control …

    Suka

  3. Tidak bisa berkomentar Mas.
    Berkomentar juga sama dengan membenturkan kepala sama dinding.
    Bila dunia pendidikan kita sudah di bawah program mind control …

    Suka

  4. Sangat setuju pak. Saya merasa pendidikan saat ini semakin jauh dari arti dan fungsinya. Alangkah indahnya pendidikan di negeri ini jika tak ada “racun-racun” tersebut.

    Bagaimana pendapat bapak ttg Sistem Pendidikan Di Finlandia? Dikatakan, Finlandia adalah negara dg Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia. Namun sistemnya tidak terlalu memberatkan siswanya seperti, kegiatan belajar mengajar hanya 4 jam dg istirahat selama 45 menit. Berbanding jauh dg Indonesia yg siswanya saat ini pergi pagi pulang petang seperti para pekerja kantoran hehe.

    Saya harap Bpk Reza membuatkan artikel khusus ttg Sistem Pendidikan di Finlandia. Akan sangat menarik jika bpk tulis artikel tersebut. Apalagi ditulis dg khas filsafat Bpk Reza hehe. Terima Kasih…

    Disukai oleh 1 orang

  5. Dear. Mr Resa
    Saya salah satu dari penggemar tulisan bapak
    saya sekarang tinggal di Bali, tepatnya di daerah kuta-Kab.Badung
    saya ingin mendapatkan/membeli buku-buku bapak
    saya sudah coba mencari di to buku terbesar di Bali yaitu Grameia Bali Mall tapi sy tdk bisa menemukan buku-buku bapak.
    Singkat kata dimana saya bisa dapatkan / membeli buku bapak
    mohon informsi lebih lanjut

    Terima kasih
    Salam,

    Sukanada

    Suka

  6. saya sepandang dengan pemikiran 5 racun, yang di ungkap kan diatas. mungkin juga racun nya lebih dari 5. pak wattimena mengungkap sangat jelas kelemahan2 “pendidikan”. sangat baik untuk melihat diri kita sendiri. kita hanya mampu melihat diri kita dengan hati terbuka , tanpa nilai, tanpa pengaruh apapun. saya prihatin dengan perkembangan negativ dalam hidup. dalam hidup manusia materi dan spirituel sebaik nya se imbang. untuk mencapai hal tersebut kita memerlukan kesadaran yang benar2 serius dan konsequent menjalani. saya ingin sekali bertukar pikiran dengan peminat2 lain di forum “rumahfilsafat”, bagaimana cara nya ? di wordpress saya belum mahir. bagaimana cara nya ??
    banya terima kasih sebelum nya dan salam hangat !!

    Suka

  7. keseimbangan hanya bisa sedikit terraih, kalau pikiran kita tidak hanya fokus ke materi. menurut saya , hidup kita bukan saja dibentuk dengan logika (konsept dan pikiran), ada bagian spiritual, yang juga harus di pelihara.
    keseimbangan yang tercapai pun sering2 ” tergeser”, bahkan kita mengalami ketidak seimbangan dari saat ke saat. kalau kita sadar dengan keadaan tsb, kita jalan in hidup kita dengan “anfänger geist”, “geist des nichtswissens”.
    kita mulai dari permulaan.
    untuk peminat2, kalau tidak salah di karya2 lampau pak wattimena sudah di perbincangkan dalam hal ini.

    Suka

  8. Saya salah satu pembaca yang sering membaca tulisan-tulisan dari Pak Reza, Tulisan yang sangat mencerahkan. Mohon ijin Pak, tulisan Bapak saya jadikan referensi untuk penulisan Artikel saya mengenai “Pendidikan yang Kehilangan Arah”

    Salam

    Suka

  9. Saya salah satu pembaca yang paling sering mebaca tulisan-tulisan dari Pak Reza, tulisan yang sangat mencerahkan. Saya mohon ijin menjadikan tulisan ini sebagai referensi untuk penulisan saya tentang “Pendidikan yag Kehilangan arah”

    Salam

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.