Di Hadapan Ketidakadilan

pinterest

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Lintas Ilmu, Tinggal di Jakarta

Di satu sisi, ada orang yang hidupnya baik, namun terjebak dalam kemiskinan. Beragam usahanya selalu gagal. Ia bekerja dengan jujur dan rajin. Sayangnya, bencana selalu menimpanya, sehingga ia kembali terjebak ke dalam lubang kemiskinan.

Di sisi lain, ada orang yang rakus dan licik. Ia menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan, bahkan dengan merugikan teman dan kerabatnya. Ironisnya, ia justru menjadi orang yang kaya dan berpengaruh di lingkungannya. Keberuntungan tampak selalu datang di pangkuannya.

Inilah yang disebut sebagai ketidakadilan. Diterima atau tidak, ia adalah bagian dari hidup manusia. Orang yang tak bersalah menjadi korban kekerasan. Sementara, pelaku kekerasan yang biadab duduk nyaman di istana mewah.

Ketidakadilan juga terjadi setiap saat. Detik ini, satu tempat di daerah konflik sedang mengalami kekerasan. Anak-anak tak bersalah menjadi korban, sementara para pelaku bebas berkeliaran. Ketidakadilan adalah fakta kehidupan yang tak dapat disangkal.

Ketidakadilan adalah sebuah keadaan, ketika seseorang tidak mendapatkan hak yang sepatutnya. Ini merupakan sebuah pemahaman yang umum, yang masih membutuhkan banyak pendalaman. Seorang pelaku kekerasan, kecuali ketika ia membela dirinya, berhak mendapatkan hukuman yang pantas seturut tindakannya. Seorang korban, kecuali jika ia adalah pelaku kekerasan, berhak mendapatkan pertolongan, sehingga ia bisa menjalankan kembali hidupnya, seperti sebelum ia mengalami kekerasan.

Di Hadapan Ketidakadilan

Yang terpenting kemudian adalah, bagaimana kita menyingkapi ketidakadilan yang terjadi? Satu hal yang pasti, kita perlu untuk berhenti berbuat tidak adil. Dengan kata lain, walaupun kita tidak bisa mencegah ketidakadilan yang terjadi, kita tidak boleh menjadi pelaku ketidakadilan. Inilah prinsip pertama yang amat perlu untuk diperhatikan.

Di sisi lain, banyak orang menghadapi ketidakadilan dengan sikap pengecut. Ketika melihat ketidakadilan terjadi pada orang lain, mereka lalu diam. Yang menjadi pertimbangan mereka adalah keselamatan diri sendiri. Inilah sikap main aman khas para pengecut yang, sayangnya, begitu banyak ditemukan di berbagai organisasi, ketika ketidakadilan terjadi.

Sikap ini tentu tidak tepat. Bagaimana perasaan kita, jika ditimpa ketidakadilan, semua orang diam saja, dan mencari aman mereka masing-masing? Beragam perasaan jelek tentu tumbuh, mulai dari marah, kesepian sampai rasa putus asa. Jika begitu, apa sikap yang tepat di dalam menyingkapi ketidakadilan yang terjadi?

Pertama, orang harus bersuara. Ketika ketidakadilan terjadi, orang perlu menjadikannya sebagai masalah bersama. Ini merupakan kewajiban utama, supaya ketidakadilan yang ada bisa ditangani dengan tepat. Ini juga penting, supaya pola tidak adil yang sama tidak terulang lagi di masa depan.

Dua, pihak yang berwajib perlu mendapatkan informasi yang lengkap tentang ketidakadilan yang terjadi. Negara, polisi ataupun pimpinan perlu mendapatkan gambaran yang tepat tentang ketidakadilan yang terjadi. Gambaran yang tepat ini lalu menjadi dasar untuk melakukan tindakan yang tepat. Bagaimana jika justru para penguasa, seperti pemerintah, polisi atau pimpinan yang berlaku tidak adil?

Tiga, gerakan perlawanan yang terorganisir diperlukan, ketika melakukan perlawanan terhadap penguasa atau pemimpin yang tak adil. Kemampuan berorganisasi amat diperlukan disini. Kekuatan jaringan, baik online maupun offline, amat penting untuk menunjang pergerakan. Semua bentuk perubahan sosial yang bermakna bagi hidup manusia, seperti hak-hak pekerja sampai dengan hak-hak kaum perempuan, lahir dari gerakan teroganisir melawan penguasa yang tak adil.

Tak Kenal Akhir

Ketidakadilan memiliki banyak wajah di dunia kita sekarang ini. Tak mungkinlah bagi kita untuk melawan semuanya. Kita hanya perlu memilih satu unsur ketidakadilan yang terjadi, dan melawannya secara konsisten. Kita perlu membangun motivasi untuk diri sendiri, guna melakukan hal ini, sambil memperluas jaringan untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan.

Di samping itu, kesadaran, bahwa perjuangan melawan ketidakadilan adalah proses yang tanpa akhir, juga amatlah diperlukan. Beberapa perjuangan menuntut banyak hal, dan bahkan berlangsung beberapa generasi. Perjuangan hak-hak kaum pekerja masih berlangsung terus, setelah lebih dari 100 tahun berlangsung. Dewasa ini, perjuangan untuk mewujudkan keadilan sosial yang merata masih jauh dari selesai.

Bisa juga dibilang, bahwa perjuangan melawan ketidakadilan adalah sebuah perjalanan yang tak pernah sampai tujuan. Seringkali, kita maju dua langkah, lalu mundur satu setengah langkah, bahkan tiga langkah. Seninya adalah dengan menikmati saat demi saat secara penuh, sambil menyadari, bahwa kita melakukan hal yang penting tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk orang lain.

Harapannya sederhana: kehadiran kita di dunia ini bisa mengurangi jumlah ketidakadilan yang terjadi. Lalu, generasi berikutnya pun bisa menempati dunia yang lebih adil…

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

10 tanggapan untuk “Di Hadapan Ketidakadilan”

  1. Pak Reza, saya ingin bertanya. Apakah kita harus tetap membela keadilan bahkan sampai nyawa kita menjadi taruhannya? Kita tahu bahwa di dunia ini sudah banyak sekali korban yang kehilangan nyawanya karena membela keadilan. Saya sendiri bukannya takut untuk kehilangan nyawa demi menegakan keadilan, saya hanya khawatir bagaimana nasib keluarga saya jika saya sudah tidak ada di dunia ini karena keegoisan saya dalam menegakan keadilan.

    Mohon dijawab, pak. Terima kasih.

    Suka

  2. sejak manusia hidup di dunia dimana2 terjadi “ketidak adilan”, menurut pandangan saya, keadaan tsb tidak mampu dibasmi dengan apapun ( dg hukum atau kekerasan ).mungkin ada baik nya, kita mencoba untuk mendalami hal “tidak adil” dari sudut sprirituell, memulai mendalam i nya dengan “ego – bewustsein”diri kita sendiri…..dengan kesabaran dan ketekunan kita remang2 bisa mengerti arti “tidak adil”. mungkin pak wattimena bisa lebih jelas menerangkan nya. dengan lebih banya penjelasan, lebih ruwet thema nya.
    *) saya jadi ingat verse “dayo kokushi über zen”
    untuk peminat ada di internet terjemahan dlm bhs inggris.

    Suka

  3. Opini yg bagus Bung Reza. Tp kata “PENGECUT” yg anda sebut disana tdk tepat. Justru seseorang tdk bertindak melawan ketidakadilan tsb karna mempertimbangkan banyak hal.termasuk keselamatan diri sendiri, keluarga maupun kerabat. Bukan krn proporsional yg anda maksud. Justru sy pny opini ttg proporsional yg anda maksud adalah berupa untung-rugi jika melawan. Itu merusak nilai keadilan tsb. Jk untung dilawan, jk merugikan berdiam sj. Oh sy justru tdk sependapat. Melawan ketidakadilan bkn mslh u tung rugi tp utk kebajikan hari ini dan setelah hari ini. Lbh bijak jika mengatakan demikian:jgn lawan arus jk km blm mampu, dan lawan arus jk km sdh mantap. Utk memperoleh keadilan dan kedamaian tdk semudah membalikkan tangan. Bnyk yg hrs dikorbankan utk memperoleh hal itu.spt itu bung Appandi.

    Suka

  4. Terima kasih. Pertanyaannya, kapan mantap dan mampu melawan arus? Ini biasanya jadi alasan untuk bersikap pengecut. Memang, tetap harus taktis dan bijak di dalam memerangi ketidakadilan. Namun, jangan sampai strategi yang ada bersembunyi di balik sikap pengecut.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.