Penjilat, Pengecut dan Pejuang

Pinterest

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Lintas Ilmu, Tinggal di Jakarta

Apa yang membuat manusia menjadi mahluk “terkuat” di bumi sekarang ini? Secara otot, ia jauh lebih lemah daripada singa, serigala bahkan anjing. Fisik manusia lemah, jika dibandingkan banyak mahluk hidup lainnya. Setiap manusia memerlukan waktu hampir 20 tahun, supaya ia bisa bertahan hidup secara mandiri sebagai manusia dewasa.

Yang membuat manusia menjadi mahluk unggul di bumi adalah kemampuannya untuk bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendek kata, manusia mampu berorganisasi. Dengan kemampuan ini, manusia menciptakan berbagai alat yang membantu pelestarian diri sekaligus perkembangan dirinya. Kerja sama di dalam sebuah organisasi mampu mendorong manusia melakukan hal-hal yang tak mungkin dilakukan, jika ia bekerja sendiri.

Namun, kehidupan di dalam organisasi tidak selalu tenang dan damai. Perubahan terus terjadi yang kerap kali justru menurunkan kinerja organisasi itu sendiri. Hubungan-hubungan kekuasaan yang tak seimbang membentuk budaya organisasi tersebut. Seringkali, ketidakadilan pun terjadi, ketika politik kekuasaan dan ambisi buta muncul sebagai daya dorong utama di dalam organisasi.

Penjilat, Pengecut dan Pejuang

Ketika ini terjadi, maka organisasi berubah menjadi organisasi busuk. Di dalam organisasi semacam ini, ada tiga tipe manusia yang muncul. Yang pertama adalah tipe manusia penjilat. Manusia semacam ini sejujurnya minim prestasi, namun suka menjilat dan menipu lingkungan sekitarnya, guna mendapatkan kekuasaan di dalam organisasi. Biasanya, orang semacam ini cepat naik jabatan, walaupun tak memiliki pencapaian yang nyata.

Para penjilat biasanya suka bertindak semena-mena. Kebijakan yang mereka ambil cenderung tidak masuk akal, dan merugikan organisasi. Mereka takut terhadap kritik, karena memang kepercayaan diri dan kebijaksanaan hidup mereka rendah. Jilat penguasa, injak bawahan: inilah pola pikir mereka di dalam membuat keputusan.

Tipe manusia kedua adalah manusia pengecut. Mereka adalah para penonton di dalam organisasi. Mereka minim kreativitas dan minim prestasi. Biasanya, mereka berani bicara di belakang tentang kejelekan orang-orang lainnya, namun tak berani mengambil tindakan nyata.

Manusia pengecut adalah manusia pencari aman. Mereka hanya memikirkan keamanan diri dan karir mereka sendiri. Mereka tak punya solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain yang sedang kesulitan, pun jika orang lain tersebut adalah teman dekatnya. Namun, keamanan yang mereka peroleh sebenarnya adalah keamanan semu, yang akan segera lenyap, ketika krisis melanda.

Tipe ketiga adalah manusia pejuang. Mereka adalah para pemikir kritis. Mereka bersuara, ketika melihat masalah dan ketidakadilan. Mereka ingin melakukan perubahan, supaya organisasi menjadi tempat yang lebih baik untuk hidup dan berkarya bagi semua orang. Mereka bersedia berkorban demi nilai-nilai yang mereka perjuangkan.

Mereka memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Ketika kesulitan melanda, mereka adalah orang-orang yang bergerak cepat untuk memperbaiki keadaan. Namun, mereka kerap kali disalahpahami, terutama oleh para penjilat dan pengecut. Di dalam banyak organisasi, para pejuang biasanya tersingkir, namun memperoleh hal yang lebih baik setelahnya.

Indonesia

Di Indonesia, kita memiliki terlalu banyak penjilat dan pengecut. Tak heran, banyak organisasi di Indonesia, baik bisnis, non-profit maupun pemerintah, memiliki kinerja yang jelek. Banyak orang meraih jabatan penting, bukan karena pencapaian nyata, tetapi karena menjilat dan menipu. Akibatnya, jabatan yang mereka pegang tidak berjalan dengan baik. Banyak hal terhambat, dan orang mengalami kesulitan, terutama ketika jabatan ini terkait dengan kehidupan orang banyak.

Padahal, Indonesia lahir di tangan para pejuang. Mereka adalah orang-orang yang berani mempertanyakan kekuasaan dan ketidakadilan. Mereka berjuang dan berkorban untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi bangsanya. Sayangnya, mahluk pejuang ini semakin langka.

Kita memang hidup di era para penjilat dan pengecut…

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

28 tanggapan untuk “Penjilat, Pengecut dan Pejuang”

  1. Saya lagi menulis ttg materialisme marx dlm kontek pengaruhnya thdp perkembangan ilmu di abad 20. Mohon bantuannya kalu ada naskah terkai marx tersebut untuk dijadikan rujukan

    Suka

  2. Akar dari segala permasalahan yang melanda organisasi bisnis, politik, dan pemerintahan dewasa ini adalah egoisme yang tumbuh subur di dalam diri para tokohnya.

    Segala macam kasusnya ; penjilatan dan kepengecutan tersebut, serta korupsi juga tentunya, adalah bentuk – bentuk implementasi dari egoisme para tokohnya di dalam organsisasi – organisasi tersebut.

    Ketika seorang tokoh organisasi bisnis, politik, dan pemerintahan sedang terjangkit keserakahan, maka berkorupsilah dia terhadap organisasinya demi kekayaan dirinya sendiri tanpa memikirkan dan mempedulikan bagaimana nasib organisasinya di kemudian hari, bagaimana perasaan para anggota – anggota lain dalam organisasinya terhadap tindakannya tersebut, bagaimana pikiran, perasaan, pandangan, dan penilaian dari masyarakat luas terhadap dirinya dan organisasinya sendiri ; ini adalah egoisme.
    Ketika seorang tokoh organisasi bisnis, politik, dan pemerintahan melakukan penjilatan terhadap atasannya demi keuntungan dan kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan bagaimana prestasi, keahlian, dan kinerjanya untuk posisi atau jabatan yang di-inginkannya, bagaimana proses jalannya organisasinya tersebut di kemudian hari dengan perannya di dalam organisasi tersebut dengan posisi dan jabatan yang didudukinya ; ini adalah egoisme.
    Ketika para anggota organisasi bisnis, politik, dan pemerintahan hanya bermain aman demi karir dan diri mereka sendiri dan bersikap acuh tak acuh saja dengan permasalahan yang terjadi di dalam tubuh organisasinya, tidak berani buka suara untuk terciptanya keadilan di dalam organisasinya, tidak memiliki jiwa yang besar untuk berjuang dan menjadi pahlawan bagi organisasinya ; ini adalah egoisme.

    Dengan demikian, ternyata ekonomi, politik, dan pemerintahan negara kita dewasa ini sedang dicengkeram oleh egoisme ; keserakahan, penjilatan, kepengecutan, dan korupsi para tokohnya.

    Saat ini kita membutuhkan sebuah revolusi dan reformasi sistem dan proses jalannya ekonomi, politik, dan pemerintahan negara kita secara besar – besaran. Tetapi bukan kebijakan, ketentuan, dan undang – undang tertulisnya yang akan dirubah. Namun lebih dalam lagi, para manusia, para tokoh dan figur yang berada di dalamnya yang akan dirubah ; yang menjadi sumber dari mana kebijakan, ketentuan, dan undang – undang tertulis tersebut berasal ; yang menjadi generator penggerak proses jalannya ekonomi, politik, dan pemerintahan negara kita.

    Kita babat habis semua penjilat, pecundang – pengecut, koruptor, penyogok, dan semua penjahat – penjahat organisasi tersebut. Lalu kita seret mereka semua dari kursi jabatan mereka dan kita keluarkan mereka dari organisasinya masing – masing. Kemudian kita masukan tokoh dan figur – figur baru yang bertanggung jawab, berjiwa pejuang, jujur, berprestasi, bertalenta, bijaksana, dan cerdas yang akan mengeluarkan negara kita dari awan gelap permasalahan yang selama ini melanda negeri kita.

    Tetapi apakah pemikiran ini hanya akan sekedar menjadi angan – angan belaka ?

    Suka

  3. terima kasih atas analisisnya. Saya sepenuhnya setuju. Analisis anda adalah buah dari keprihatinan anda, dan itu jelas bukan angan-angan belaka. Perlu perjuangan melalui gerakan sosial yang nyata, supaya analisis anda itu menjadi kenyataan.

    Suka

  4. Terimakasi atas tulisanya pak reza, saya sering sekali membaca tulisan bapak, akhir-akhir ini saya sering merenung melihat keadaan sosial, pernah suatu waktu saya seperti bimbang apakah saya ada dijalan yang benar, bapak, saya ingin bertanaya apakah filsafat bermata dua?

    Suka

  5. sangat menyentuh dengan realitas hidup saya bang, untuk hal itu, saya tergolang dan terkategorikan dengan realitas tulisan ini, saya juga sedikit bingung yang idealis itu malah di anggap gak jelas oleh para penjilat

    Suka

  6. Tiga hal di atas mungkin ibunda dari Corporatocracy yang mengantikan democracy hingga tersudutkan di sudut zaman, dimana tiga organisasi besar bergabung membentuk 3 pilar mereka adalah kepala pemerintahan , bankers,dan pengusaha.
    hidup CORPORATOCRACY. ..

    Rahayu……

    Suka

  7. Sangat menarik postingan nya pak reza.

    Saya suka.

    Dunia sekarang sudah terlilit oleh para penjilat dan pengecut. Sangat miris sekali.

    #para pejuangnya tak terlihat alias tenggelam.

    Suka

  8. Sangat menarik postingan nya pak reza.

    Saya suka.

    Dunia sekarang sudah terlilit oleh para penjilat dan pengecut. Sangat miris sekali.

    #para pejuangnya tak terlihat alias tenggelam.

    Suka

  9. Jadi , sebenarnya ini pertanyaan yang personal , aku yakin bahwa Tuhan tak ada jadi saya merasa bahwa bunuh diri itu oke oke saja, apakah alasan saya pengecut meski aku mau saja berubah dengan menjadi orang yang lebih peduli pada orang sekitar itu oke?
    Apakah alasan yang kuat??
    Masih bingung alasan yang kuat itu apa ,sejujurnya
    Kami yakin pak Reza lebih bijak

    Suka

  10. Mengapa anda ingin bunuh diri? Hidup dan mati itu terjadi secara alami, akibat sebab akibat di dalam kenyataan. Mengapa harus repot-repot bunuh diri? Biarkan semuanya mengalir secara alami…

    Suka

  11. Bangsa abad ini, tidak lagi berpedoman pada karakter. Apalagi nilai-nilai luhur dan budi baik.
    Dari konteks filsafat, segala sesuatu yang dibuat, dilaksanakan tidak sesuia dengan nilai-nilai kebenaran maka dianggap salah.
    Dalam konteks kekinian, malah, penjilat itu dianggap sebagai jalan. Solusi.
    Tak ada pekerjaan didapat melalui usaha rigit. Seleksi ketat. Ilmu dan karakter diuji secara matang. Yang ada adalah sarat nepotisme.
    Itu sudah berlangsung lama dan dianggap kebiasaan. Padahal salah. Toh, kekeliruan yang dibuat berulang akan dianggap benar. Apalagi di daerah NTT. yang paling utama adalah ada hubungan kekerabatan dan kenalan. Soal lain, integritas dan kapasitas jadi urusan buncit.
    Orang yang penjilat dan pengecut saja mereka ketawa dan senyum senyam. Tak pernah menganggap salah.
    Salam

    Suka

  12. Sangat setuju sekali pa Reza. Kerap kali sekarang ini banyak para penguasa yang rakus dengan kekuasaan. Sehingga para bawahan tidak berdaya.

    Suka

  13. Sesungguhnya banyak orang pejuang tapi mereka tak berani nengungkapkan apa yg ada dalam fikirannya sehinnga mereka disebut pengecut….mental dan kepercayaan diri yg membuat dia jadi pengecut

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.