Belajarlah Kepemimpinan dari… Air

Caucasian mid adult professional business woman holding up blank dry erase board in front of her face.

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang, dan Peneliti di President Center for International Studies (PRECIS)

Air adalah unsur terkuat di bumi. Ia mampu memadamkan apapun. Dalam jumlah  yang cukup, panas bumi pun bisa dipadamkannya. Ia bersifat lembut, lentur namun amat perkasa.

Ini sejalan dengan kebijaksanaan Timur kuno. Kekuatan tertinggi tidak datang dari sikap garang, atau marah, melainkan dari kelembutan, seperti air. Sikap lembut berarti menerima apapun yang terjadi, tanpa memilih. Dari keterbukaan total semacam itu, lahirlah rasa welas asih dan kebijaksanaan.

Air melambangkan semua sikap itu. Maka adalah masuk akal bagi kita untuk belajar dari air, terutama dalam soal kepemimpinan. Ada empat hal yang kiranya bisa dipelajari dari air.

Pertama, air selalu mengalir ke bawah. Seorang pemimpin perlu untuk merawat orang-orang yang dibawah pimpinannya. Pemimpin tidak boleh menjabat semata demi menjilat kekuasaan yang ada. Ia memberikan dirinya untuk perkembangan orang-orang yang berada di bawah pimpinannya.

Dua, air tidak pernah memaksa, melainkan mengikis pelan-pelan, supaya terbuka jalan. Seorang pemimpin perlu sadar, bahwa perubahan adalah sebuah proses. Ia tidak boleh dilakukan terburu-buru, tanpa perencanaan yang matang.

Tiga, air juga selalu mencari celah untuk bergerak, bahkan ketika celah itu tidak ada. Ini melambangkan sikap pantang menyerah. Seorang pemimpin harus mencari cara baru, ketika cara lama tak lagi cocok dengan keadaan. Ia tidak boleh menyerah, hanya karena keterbatasan keadaan.

Empat, air siap menampung segalanya. Segala kotoran, racun, sampah dan apapun akan diterimanya, dan akan diolah menjadi lebih baik. Laut adalah contoh nyata untuk hal ini.

Ini berarti, seorang pemimpin harus siap menampung permasalahan dari orang-orang yang dipimpinnya. Tidak hanya menampung, ia juga perlu mengolah masalah tersebut menjadi jalan keluar yang berguna bagi kemajuan bersama. Seorang pemimpin perlu mendengar dengan jeli dan sabar, sama seperti laut menampung segalanya dengan sabar.

Di Indonesia, terlalu sering kita berjumpa dengan (yang mengaku) pemimpin, namun tak peduli pada bawahan, suka bertindak semaunya, tanpa komunikasi, gampang menyerah dan tak mau menampung saran ataupun kritik. Kita sudah terlalu bosan dengan semua itu. Merekalah penyebab kemunduran kita di dalam hidup berorganisasi, berbangsa dan bernegara. Sudah waktunya, itu semua diubah.

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

14 tanggapan untuk “Belajarlah Kepemimpinan dari… Air”

  1. Sangat menginspirasi…..
    Lalu adakah jalan keluar dari masalah banyaknya pemimpin yang hanya mengaku sebagai pemimpin? Dan bagaimana kita harus menyikapinya sebagai masyarakat yang selalu dianggap sebagai bawahan oleh para penguasa itu???

    Suka

  2. seper memuaskan sekali artikel ini. seharusnya menjadi pemimpin selalu bercermin pada kelembutan air. Meski lembut kalau mengeluarkan kekuatannya yang raksasa, tidak dilawan oleh manusia, ingat bagaimana tsunami beberapa waktu lalu.

    Suka

  3. Kalau di terminologi sunda itu ada filsafat sunda tentang air yaitu bagaimana memaknai sipantanjala ( air kehidupan )
    Di jepang dulu ada seorang filsuf yang membahas tentang yang mas Reza bahas kalau tidak salah shundai zatsuwa

    Suka

  4. Saya sagat berterimakasih kepada.pak watimena,atas bantuan ilmu dan dapat terinspirasi saya untuk bersabar dalam tindakan dalam kepemimpinan,berorganisasi.
    Agar dapat di kembangkan ilmunya.

    Suka

  5. Sangat mengisnpirasi…. Belajar dari Sifat Kelembutan Air, Kesejukan Air, …. hingga Kehangatan Air, bahkan Kekerasan Air (dalam bentuk es membeku), begitu juga Sifay Pemimpin ada yang berwatak keras, ada yang lembut, namun ada yang galak (banjir atau tsunami). Tinggal bagaimana sosok Pemimpin itu berkiprah agar bisa rakyat atau bawahan senang……

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Reza A.A Wattimena

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.