Kemalasan, Keutamaan dan Tata Dunia

Pictaram
Pictaram

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Apakah anda sudah punya resolusi di tahun 2017 ini? Jika belum, saya ingin menyarankan satu hal, yakni jadilah orang malas di tahun 2017 ini.

Tidak.. anda tidak salah baca. Saya sungguh menyarankan anda untuk belajar menjadi orang malas di tahun 2017 ini.

Di dalam ajaran moral tradisional, kemalasan dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Orang yang malas pasti akan menjadi orang yang miskin dan bodoh.

Di berbagai peradaban, kemalasan dicerca dan dibenci. Namun, mereka lupa, ada sisi baik kemalasan yang justru amat berguna.

Dua Bentuk Kemalasan

Kita perlu membedakan dua bentuk kemalasan. Yang pertama adalah kemalasan tanpa tujuan.

Orang hanya sekedar malas. Ia hanya mau bersantai seharian, tanpa tujuan apapun yang ada di kepalanya.

Inilah kemalasan yang dicerca dan dihina oleh berbagai bentuk ajaran moral. Dan benar, orang yang malas tanpa tujuan akan menjadi miskin dan bodoh.

Namun, ada jenis kemalasan yang kedua, yakni kemalasan yang bijak. Di sini, orang malas untuk mengerjakan sesuatu, namun ia punya tujuan yang jelas dalam hidupnya.

Akhirnya, ia mencoba mencari cara untuk mewujudkan tujuannya tersebut seefektif dan seefisien mungkin. Ia tidak suka bertele-tele dengan segala macam hal yang membuat pekerjaan menjadi lama, dan akhirnya membuat orang lain susah.

Kemalasan semacam inilah yang saya sarankan untuk anda pelajari. Ia bukanlah sebentuk cacat moral, melainkan sebentuk keutamaan.

Dampak Lebih Luas

Kemalasan yang bijak ini juga memiliki banyak dampak bagi tata dunia kita. Di dalam bidang moral, orang yang malas secara bijak ini tidak suka dengan beragam ajaran moral yang rumit dan tak berguna.

Baginya, moral bertujuan untuk membuat hidup bersama menjadi mungkin, dan mendorong orang untuk mencapai kebahagiaan. Ia akan mencari jalan paling efektif dan efisien untuk mencapai itu, sehingga ia lalu bisa bersantai dan bermalas-malasan.

Hal yang sama berlaku dalam bidang hukum. Bagi orang yang malas ini, hukum haruslah dibuat seefisien dan seefektif mungkin.

Artinya, hukum haruslah mencapai tujuannya, namun tidak membuat orang bingung dengan beragam rumusannya. Ia sekaligus legitim dan sah di mata publik, namun juga efektif dan efisien di dalam rumusan maupun penerapannya.

Hukum dan moral semacam ini lalu menjadi dasar yang tepat bagi hidup bersama, baik di tingkat nasional maupun internasional. Jika dunia ditata oleh orang-orang malas/bijak ini, maka semua akan berjalan cepat dan lancar.

Banyak krisis, mulai dari perang, konflik sampai dengan krisis ekonomi, terjadi, karena dunia ditata oleh orang-orang yang rajin. Mereka rajin membuat peraturan-peraturan rumit, dan lambat dalam bekerja, sehingga terlihat rajin.

Orang-orang rajin terlihat bekerja dengan giat, bahkan di waktu libur. Namun, sebenarnya, mereka tidak memiliki kemampuan tata kelola kerja yang baik.

Orang-orang penganut kemalasan yang bijak tidak suka bekerja terlalu lama dan bertele-tele. Mereka suka bekerja cepat, mendapatkan hasil yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain, lalu bermalas-malasan kembali.

Mereka lalu punya waktu dan tenaga untuk dihabiskan bersama orang-orang yang mereka cintai. Bukankah itu yang kita semua inginkan?

Jadi, di tahun 2017 ini, jadilah orang yang malas!

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

22 tanggapan untuk “Kemalasan, Keutamaan dan Tata Dunia”

  1. Bagus pak paradigmanya. Saya suka. Oh ya pak, klo mau belajar filsafat, buku apa yg kira2 cocok buat pemula seperti saya? Mohon petunjuknya biar saya lebih memahami tulisan2 filsafat.

    Suka

  2. Terima Kasih banyak atas tulisan nya, bermanfaat dan menambah pengetahuan, tetapi apakah melalui email ini saya di perbolehkan untuk bertanya sesuatu hal yang terkait dengan filsafat?

    Suka

  3. Salam Pak Reza.
    Wah, posting ini tentunya kabar gembira buat orang-orang INTP, termasuk saya hehe. Oh iya, saya mau mengucapkan terima kasih buat artikel bapak mengenai Nietzsche, Deridda, dan dekonstruksi karena membantu saya dalam mata kuliah psikologi dan posmodernisme.

    Suka

  4. Salam kenal pak. Tulisan2 pak sangat menginspirasi saya untuk mempelajari Zen. Tapi saya masih kekurangan bahan bacaan tntng Zen. Pak bisa bntu saya untk bahan bacaan Zen? Sblmnya terima kasih pak.

    Suka

  5. Kang Reza emang terkadang selalu ngena,emang bener kang dalam hubungannya dengan keseharian orang malas selalu tidak dibutuhkan dan tidak cocok dalam hal penyelesaian yg cepat dan tepat,padahal kalo dibutuhkan,orang malas selalu ingin selesai saat itu juga. Sama kaitannya dengan orang yang dianggap pintar dan bodoh,kebanyakan orang selalu memercayakan pada orang pintar,bahkan ucapannya pun selalu diterima dan dianggap benar,padahal kalo dibutuhkan orang bodoh selalu mengusung pemikiran yang ekstrem dan kadang tidak masuk akal juga,tapi efisien. Mohon ijin share tulisannya kang

    Suka

  6. Pasti. Ngomong-ngomong bolehkah saya minta bantuan Bapak? Saya ada tugas paper seminar yang sedang direvisi berjudul “Peran Keluarga dalam Pendidikan Spiritual Anak”. Saya mengkaji filsafat Heidegger dalam buku Being and Time sebagai dasar pendidikan spiritual yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Bolehkah saya minta kritik dan saran dari bapak?

    Suka

  7. blog yang bermanfaat pak kebetulan saya nanti kuliah mau jurusan Filsafat
    dan saya suka terhdap pemikiran plato Idealisme,aristoteles Realisme,Parmenides pengetahuan indra dan pengetahuan budi,Heraklitos berubah ubah

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.