Meritokrasi untuk Indonesia

cyril-power-whence-and-whither-1930
imaginarycitiesbook,com

Oleh Reza A.A Wattimena

Si penjilat itu naik pangkat lagi. Kerjaannya berantakan. Namun, mulutnya manis, dan pandai merayu atasan. Ia tidak hanya diampuni kesalahannya, tetapi juga naik pangkat, melampaui teman-temannya yang lebih mampu.

Di tempat lain, keponakan sang penguasa mendapat posisi penting. Ia tidak berpengalaman. Ia tidak pernah menunjukkan prestasi apapun. Semata karena lahir di tempat yang tepat, dan menjadi keponakan sang penguasa, ia mendapatkan jabatan yang penting.

Birokrasi Parasit

Pola semacam ini tidaklah asing di Indonesia. Hampir semua organisasi, terutama organisasi pemerintahan, menerapkannya. Inilah yang disebut sebagai kolusi dan nepotisme. Keduanya adalah ancaman bagi keberadaan sekaligus perkembangan sebuah organisasi.

Organisasi, atau negara, yang subur dengan kolusi dan nepotisme akan sulit menjalankan tugasnya. Ini terjadi, karena sumber daya manusia yang ada tidak mumpuni untuk menjalankan tugas-tugas yang diperlukan. Jika sebuah organisasi, atau aparatur negara, tidak bisa menjalankan tugasnya, maka ia hanya menjadi parasit yang tak berguna. Ia terancam hancur, dan membawa banyak orang untuk hancur bersamanya.

Rakyat menjadi semakin miskin dan bodoh, karena birokrasi pemerintahannya penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ketidakadilan menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Para penegak hukum justru menjadi pelaku pelanggaran hukum yang utama. Jika sudah seperti itu, negara telah kehilangan legitimasinya, dan tidak punya alasan lagi untuk ada.

Orang-orang yang mampu justru terbuang. Mereka terjebak bekerja di pangkat yang rendah. Mereka tidak memiliki peluang untuk berkembang. Banyak diantaranya pergi bekerja keluar negeri, karena lebih dihargai disana. Jika sudah begitu, kita semua yang rugi.

Meritokrasi

Jalan keluarnya hanya satu, yakni mengubah tata kelola organisasi tersebut menjadi meritokrasi. Meritokrasi adalah tata kelola organisasi yang menjadikan kemampuan sebagai tolok ukur utamanya. Artinya, hanya orang-orang yang memang terbukti mampu yang layak untuk menduduki sebuah jabatan. Jilat atasan, mendapatkan kedudukan penting, karena menjadi keponakan penguasa, serta berbagai taktik busuk lainnya tidak mendapat tempat di dalam meritokrasi.

Ada tiga langkah yang bisa diambil, guna mencapai meritokrasi. Yang pertama adalah menegaskan komitmen seluruh organisasi untuk berubah dan berkembang. Komitmen itu hanya dapat menjadi kenyataan, jika meritokrasi digunakan sebagai dasar utama semua pembuatan keputusan di dalam organisasi. Komitmen itu harus datang dari para pimpinan organisasi, sampai dengan seluruh jajaran organisasi di bawahnya.

Langkah kedua adalah mendapatkan informasi yang memadai tentang kemampuan orang-orang yang bekerja di organisasi terkait. Informasi ini amat penting, supaya orang dengan kemampuan tertentu bisa bekerja di bidangnya masing-masing yang sesuai. Perkembangan organisasi amat tergantung dari langkah ini. Langkah ketiga adalah menerapkan meritokrasi secara konsisten dan terukur bagi keseluruhan organisasi, demi keberlangsungan dan perkembangan organisasi itu sendiri.

Tantangan pasti datang menghadang. Orang-orang dengan pola pikir lama pasti akan melakukan perlawanan. Di Indonesia, perlawanan pasti akan datang dari para pelaku kolusi dan nepotisme, serta orang-orang yang diuntungkan dari kedua hal tersebut. Namun, ini sama sekali bukan alasan untuk menyerah.

Hal-hal terbaik dalam hidup selalu sulit untuk diperjuangkan. Meritokrasi pun begitu. Ia amat sulit untuk diwujudkan. Namun, ketika berhasil diwujudkan, jalan lapang menuju keadilan serta kemakmuran untuk semua akan terbuka lebar. Jadi, tunggu apa lagi?

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

5 tanggapan untuk “Meritokrasi untuk Indonesia”

  1. mungkin ini adalah salah satu cara untuk membuat perubahan dalam sistem berorganisasi kita di Indonesia. Setidaknya kita perlu implementasikan dari Organisasi dalam lingkup kecil dahulu barulah bisa diterapkan dalam lingkup Organisasi besar sampai di adopsi oleh sistem negara kita.
    Salam Damai pak Reza.
    Semoga cita-cita kita semua demi kebaikan untuk Negara tercinta kedepan dapat terwujud.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.