Oleh Reza A.A Wattimena
Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang
Sepulang ke tanah air, saya mencoba memikirkan ulang, apa peran filsafat bagi perkembangan kehidupan manusia sekarang ini. Memasuki kota Jakarta, suasana rumit sudah mulai terasa. Begitu banyak orang sibuk dengan beragam aktivitas, mulai dari berjualan rokok sampai dengan sekedar duduk menunggu untuk menjemput keluarga tercinta. Kerumitan ini berbuah kemacetan lalu lintas, terutama ketika orang pergi dan pulang dari tempat kerja.
Apa peran filsafat untuk mereka? Itu pertanyaan kecil saya. Apa yang bisa saya sumbangkan melalui filsafat yang saya pelajari di tanah asing dengan harga darah dan air mata? Atau mungkin, pendekatannya bisa sedikit dibalik, mengapa orang-orang ini, dan saya, “tidak perlu” belajar filsafat?
Filsafat Tidak Perlu, Jika…
Beberapa ide tercetus di kepala. Kita tidak perlu belajar filsafat, jika kita ingin hidup ikut arus. Kita tidak perlu belajar filsafat, jika kita mau sekedar mengikuti kebiasaan lingkungan sosial kita. Ketika mereka berlari, kita berlari, walaupun arah lari tersebut menuju jurang penuh nestapa, baik dalam bentuk kehancuran diri kita, walaupun kehancuran alam.
Kita juga tidak perlu filsafat, jika kita ingin ditipu. Ditipu oleh siapa? Oleh beragam pihak, yakni mulai dari iklan bujuk rayu penuh kepalsuan, sampai dengan politikus busuk tanpa kesadaran politik yang sekedar butuh suara di dalam pemilihan umum. Kita juga tidak perlu mendalami filsafat, jika kita ingin diadu domba satu sama lain oleh kepentingan dan kekuasaan di balik layar.
Filsafat juga tidak diperlukan, ketika kita menikmati hidup dalam irasionalitas. Artinya, kita tidak perlu belajar filsafat, jika kita tidak perlu memahami rantai sebab akibat yang membentuk hidup kita sekarang ini. Ini juga berarti, kita hidup dalam kebodohan. Kita melempar kesalahan ke orang lain atau justru kepada Tuhan, dan lupa berkaca untuk melihat ke dalam diri kita sendiri.
Kita tidak perlu belajar filsafat, jika kita senang berpikir kacau balau. Artinya, kita berpikir tanpa hubungan logis yang jelas, serta dengan mudah menarik kesimpulan yang salah. Jika pikiran kita kacau, tindakan kita pun juga kacau. Beragam masalah yang kita hadapi justru menjadi besar, dan melahirkan masalah-masalah baru.
Untuk orang yang menikmati kekacauan seperti ini, filsafat jelas tidak diperlukan.
Lintas Tradisi
Namun, filsafat yang hanya menekankan pemikiran belaka juga berbahaya. Kita akhirnya tidak bisa membedakan, mana kenyataan yang sebenarnya, dan mana yang merupakan ciptaan dari pikiran kita. Kita sibuk dengan konsep, dan lupa kembali ke kenyataan yang sejatinya tanpa nama dan tanpa konsep. Jika ini terjadi, kita hidup dalam penderitaan, dan akhirnya membuat orang lain juga menderita.
Oleh karena itu, kita juga perlu belajar jalan pembebasan di tradisi Timur, yakni filsafat Zen. Zen membebaskan kita dari beragam konsep yang mengepung kepala kita. Zen mengajak kita melihat kenyataan apa adanya, sebelum kenyataan tersebut dibungkus oleh konsep, penilaian dan analisis yang dibuat pikiran kita. Namun, jika kita senang hidup dalam ilusi yang berbuah penderitaan, Zen juga tidak diperlukan.
Percikan pikiran ini lahir dari persentuhan saya dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Ia juga lahir dari upaya saya untuk memahami, siapa diri saya sebenarnya, tidak hanya dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia, tetapi juga sebagai warga semesta yang meliputi jutaan jenis mahluk hidup maupun benda-benda angkasa lainnya. Percikan pikiran ini juga lahir dari dorongan batin untuk mencapai pencerahan, baik bagi diri saya maupun bagi semua mahluk hidup. Jika anda tidak membutuhkan pencerahan dan kejernihan di dalam hidup anda, anda bisa melupakan tulisan ini.
Anda tidak perlu filsafat…
Salam untuk Bpk Reza,
Dulu saya beranggapan bahwa filsafat hanyalah ilmu patgulipat, silat lidah ataupun jurus berkelit dengan olah kata muter-muter. Saya lebih tertarik belajar ilmu yang lebih praktis dan sederhana.
Namun entah kenapa belakangan ini saya mulai sedikit tertarik belajar filsafat. Mungkin gara-gara sering baca blognya Bapak Reza? Jujur, di blog ini saya bisa mengenal filsafat dengan ulasan yang jauh lebih sederhana dan menarik.
Jangan bosan untuk menulis Pak. Saya akan selalu membacanya.
salam
SukaSuka
Terima kasih dan semoga membantu. Salam hangat.
SukaDisukai oleh 1 orang
Selamat siang Pak Reza, terimakasih untuk setiap tulisannya. Saya sangat diberkati. Salam kenal dari saya, mahasiswi STTRI. Tuhan memberakti pelayanan Anda.
SukaSuka
kalau kita mendengar kata filsafat seringkali yang muncul dalam ingatan bahwa filsafat itu rumit dan membosankan. tapi membaca tulisan bapak reza mengulas filsafat dalam aktifitas keseharian masyarakat, tampaknya sungguh menyenangkan.
SukaSuka
Terima kasih. Semoga ulasan di blog ini bisa membantu.
SukaSuka
Salam… semoga membantu
SukaSuka
Artikel ini merupakan kebalikan dari Mengapa perlu belajar filsafat? sekedar menambahkan pak, kalo boleh, belajar filsafat memang membuat saya sadar tetang realita. Selama ini kita ditipu. Beberapa tidak tahu kalau mereka ditipu tapi banyak yang tahu kalau ditipu namun malah menikmati rasanya ditipu hehee… Ngomong-ngomong pak, saya ada pertanyaan:
1. Bagaimana filsafat memberikan kemajuan pada individu? karena filsafat mempelajari banyak pemikiran filsuf yang seringkali menyebabkan orang bingung tentang hidupnya (apa yang mau di raih, makna hidup dll).
SukaSuka
Salam Damai untuk Pak Reza.
Sudah lama saya tak bersilaturahmi ke blog bapak, dan mungkin saat ini adalah suatu momentum yang sangat pas untuk saya bisa lebih intens lagi berkunjung, karena dari tulisan tulisan bapak kurang lebihnya seperti apa yang saya alami saat ini.
Terima kasih untuk Pak Reza yang berkenan membagikan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan yang bagus ini. semoga kelak Filsafat akan mendapat tempatnya tersendiri di Bangsa kita Ini.
SukaSuka
Terima kasih. Semoga tulisan2 ini membantu. Salam
SukaSuka
Bisa dibilang gitu, namun dengan sedikit tambahan. Kemajuan individu dapat diperoleh, jika ia memiliki wawasan luas. Filsafat bisa membantu dalam hal ini. Namun, pada akhirnya, setiap orang harus menemukan jalannya masing-masing. Ia harus berpikir mandiri. Kebingungan adalah satu tahap yang mesti dilewati. Coba cek https://rumahfilsafat.com/2016/01/23/filsafat-dan-kemandirian-berpikir/
SukaSuka
salam juga pak Reza. owh iya pak Reza, kenapa refleksi pemikiran dari bapak ini tidak bapak bukukan pak,? mungkin bisa lebih menambah khazanah dan pustaka Filsafat yang dimiliki bangsa ini,?
SukaSuka
saya sudah ada beberapa buku… coba cek https://rumahfilsafat.com/karya-fakultas-filsafat-unika-widya-mandala-surabaya/
SukaSuka
Oh.. iya saya lupa bilang Welcome Home, sir hehehe….
Slma di sana pak, bagaimana perkembangan filsafat di Jerman? Apa perbedaannya dengan Indonesia? cheers 😀
SukaSuka
Penggunaan kata mudah di mengerti. Enak buat kita yang baru belajar. terima kasih mas reza
SukaSuka
terima kasih kembali.. semoga terbantu ya…
SukaSuka
filsafat di Jerman abstrak… seperti biasa… Indonesia masih latah ngikutin barat… jadinya bingung sendiri…
SukaSuka
Ingin skli bisa punya semua buku bapak…
Tapi tidak semua yg bisa di download..
😦
SukaSuka
ada beberapa yang mesti dipesan di penerbit.. cek infonya disini: https://rumahfilsafat.com/karya-fakultas-filsafat-unika-widya-mandala-surabaya/
SukaSuka
Reblogged this on wayno.wordpress.com.
SukaSuka
Gue sebenarnya masih bertanya2 ngapain sih kita belajar filsafat yang rumit pake bingit ngabisin waktu hanya belajar yg nggak jelas dan finally gue dapat jawabannya
SukaSuka
selamat belajar kalau begitu.. 🙂
SukaSuka
bagus dan menginpirasi banyak orang…
SukaSuka
bagus dan menginpirasi banyak orang…
SukaSuka
terima kasih.. salam hangat
SukaSuka