Otak, Neuroplastisitas dan Hidup Kita

pic.pilpix.com
pic.pilpix.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Doktoral di Munich, Jerman 

Kita hidup di dunia yang tak selalu sesuai dengan keinginan kita. Ketika keinginan dan harapan kita rontok di depan mata, kita mengalami krisis hidup. Ketika krisis berulang kali terjadi, kita pun lalu merasa putus asa. Kita mengira, bahwa hidup ini tidak bermakna, dan tidak layak untuk dijalani.

Padahal, jika dipikirkan lebih dalam, hidup adalah kemungkinan tanpa batas. Orang bisa melakukan apapun, selama ia memiliki komitmen untuk bekerja dan berpikir, guna mewujudkan harapan serta keinginannya. Salah satu kemampuan penting untuk mencapai cara berpikir ini sudah selalu terletak di otak kita sendiri. Rasa putus asa dan patah arang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Penelitian-penelitian terbaru dengan otak dan kesadaran yang dikembangkan di dalam filsafat dan neurosains (Begley, Davidson, Schwartz, Hüther) menunjukkan satu hal, bahwa perubahan di dalam diri manusia itu adalah sesuatu yang mungkin. Ini bukan hanya sekedar perubahan cara berpikir, tetapi juga termasuk perubahan struktur biologis otak manusia itu sendiri. Di dalam berbagai wacana ilmiah, hal ini dikenal sebagai neuroplastisitas (Neuroplastizität), yakni kemampuan otak untuk terus berubah, sepanjang hidup manusia. Otak bukanlah mesin biologis tak bernyawa, melainkan sebuah sistem biologis yang bisa terus berubah dan berkembang.

Neuroplastisitas

Neuroplastisitas adalah kemampuan otak manusia untuk mengubah beragam jaringan saraf dan sel yang ada di dalamnya. Ini bisa terjadi sepanjang hidup manusia. Dulu, para ilmuwan dan filsuf mengira, bahwa otak hanya bisa berubah, ketika orang masih berusia muda. Orang dewasa sudah memiliki pola jaringan otak yang tetap dan tak akan bisa diubah, apalagi jika ia sudah berusia senja.

Setelah melalui beragam penelitian yang panjang dan berulang, pandangan ini pun dipatahkan. Dengan melakukan beberapa tindakan tertentu, atau mengubah pola hidup secara keseluruhan, struktur otak seseorang bisa berubah. Bahkan, orang-orang yang telah mengalami luka di otaknya, misalnya telah mengalami stroke atau memiliki semacam penyakit di otaknya, juga bisa mengubah struktur otaknya. Ia tidak hanya bisa menjadi sembuh, tetapi juga bisa meningkatkan kinerja otaknya.

Dengan latihan yang sistematis, otak bisa menjadi sehat kembali, walaupun ia telah mengalami luka sebelumnya. Struktur otak kita, dan fungsi serta kinerjanya, amat tergantung dari bagaimana kita menggunakan otak kita di dalam berpikir. Jika kita bermalas-malasan sepanjang hari, maka jaringan sel saraf di otak juga akan membentuk pola hubungan tertentu. Sebaliknya, jika kita rajin belajar sesuatu yang baru, jaringan saraf di otak kita akan menebal, dan kinerja serta kesehatannya pun juga akan membaik.

Mengapa Ini Penting?

Hasil penelitian ini amat penting untuk hidup manusia, karena memberi kita harapan nyata, bahwa hidup kita bisa berubah. Krisis tidak selamanya bertahan. Luka dan sakit bisa disembuhkan, asal kita mau bekerja keras. Nasihat-nasihat semacam ini sekarang bukan sekedar himbauan belaka, tetapi didukung oleh ratusan hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai ilmuwan bermutu di seluruh dunia.

Pola pikir kita menentukan struktur otak kita, sekaligus kesehatannya. Jika kita rutin berpikir tentang hal-hal yang menyakitkan kita, maka otak kita akan terbentuk dengan mengikuti pola negatif semacam ini. Otak kita akan membentuk jaringan saraf dengan pola ini, dan ini akan juga mempengaruhi kepribadian secara mutu hidup kita secara keseluruhan. Kebiasaan kita akan membentuk otak kita, dan keduanya akan mempengaruhi mutu hidup kita.

Ketika orang mengalami depresi, ia hidup dengan satu pola pikir, bahwa hidupnya dipenuhi penderitaan, dan semuanya terasa tidak bermakna. Dengan pola pikir semacam ini, ia tidak dapat bekerja, berkonsentrasi dan juga tidak dapat mempertahankan hubungan sosial dengan teman maupun keluarganya. Jika cara berpikir semacam ini dipertahankan, maka struktur otak dan kesadarannya pun akan mengambil pola ini.

Di dalam wacana ilmiah, ini disebut sebagai pikiran sirkuler (zirkuläres Denken), atau pikiran berulang. Artinya, pikiran kita mengulang pola yang sama terus menerus, sehingga ia membentuk struktur otak dan kepribadian kita secara umum. Namun, ini bukanlah keadaan yang tetap. Ia dapat diubah, asal orang mau belajar untuk membentuk pola berpikir baru yang nantinya akan mempengaruhi struktur otak serta kepribadiannya.

Mengubah pola pikir tentu bukan proses yang mudah. Dibutuhkan usaha serta movitasi yang kuat. Dukungan dari lingkungan sekitar pun juga amat penting. Namun, proses ini tentu amat layak diperjuangkan, karena ini dapat meningkatkan mutu hidup kita, dan juga bisa membantu orang lain yang terjebak pada pola pikir yang mengundang penderitaan. Ada dua metode yang kiranya bisa diterapkan.

Beberapa Metode

Metode pertama untuk mengubah pola pikir kita adalah dengan hidup dalam kesadaran (Achtsamkeit). Ini berarti, kita hidup saat demi saat dengan kepenuhan serta kesadaran. Ketika kita makan, kita sepenuhnya makan. Ketika kita berjalan, kita sepenuhnya berjalan. Dimana tubuh kita berada, disitu pikiran kita berada.

Metode kedua adalah apa yang di dalam filsafat Timur disebut sebagai meditasi. Meditasi berarti melihat kenyataan apa adanya, tanpa ditambahi dengan analisis, konsep dan penilaian dari kita. Meditasi juga berarti mencerap kenyataan disini dan saat ini apa adanya. Ketika kita hidup dalam pola meditatif ini, otak kita akan tenang, jernih dan sehat, sehingga bisa digunakan untuk apapun.

Inti dari kedua metode ini sebenarnya sama, yakni kembali ke saat ini (das ewige Jetzt). Sekarang adalah satu-satunya waktu yang kita punya. Disini adalah satu-satunya tempat yang bisa kita tempati. Dengan hidup sepenuhnya disini dan saat ini, orang bisa membentuk pola berpikir baru yang menciptakan kesehatan dan kejernihan bagi struktur otaknya, sekaligus meningkatkan mutu hidupnya secara keseluruhan.

Ketinggalan

Ini sebenarnya bukan ide baru. Filsafat Timur yang berkembang di India, Cina, Jepang, Korea, Srilangka, Thailand dan kemudian menyebar ke Indonesia sudah mengetahui dan menerapkan hal ini selama berabad-abad. Fokus utama filsafat Timur adalah memahami hakekat pikiran manusia, yang juga berarti cara kerja otaknya, dan mendorongnya untuk mencapai hidup yang penuh dan bahagia. Dari tradisi semacam ini, Yoga dan Zen berkembang, serta menyebar ke seluruh dunia sekarang ini.

Tentang kaitan antara otak, kesadaran, pikiran dan kebahagiaan manusia, filsafat Timur juga jauh melampaui ilmu pengetahuan dan filsafat Barat. Hal yang sama juga terjadi di bidang kesehatan mental. Para Yogi, Ajahn dan Zen Master di berbagai negara Asia telah berhasil menemukan cara untuk membangun hidup yang bermutu dan sehat, sehingga lalu tidak hanya bisa menolong orang lain, tetapi juga semua mahluk yang ada di alam semesta. Penelitian terbaru terkait dengan otak dan neuroplastisitas hanya menegaskan ulang apa yang telah diketahui dan diterapkan oleh para master di dalam filsafat Timur selama ribuan tahun.

Lepas dari pada itu, kita bisa yakin akan satu hal, bahwa keadaan hidup kita sekarang ini bukanlah titik final. Semua bisa diubah, asal kita memiliki motivasi dan berusaha. Ada beragam metode yang bisa membantu. Namun, semuanya kembali ke satu dorongan dasar semua mahluk hidup: mencapai kebahagiaan. Selamat mencoba!

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

24 tanggapan untuk “Otak, Neuroplastisitas dan Hidup Kita”

  1. Bang Reza apa bila kita telah menyadarkan seorang yg lupa akan jati dirinya (org yg berkelakuan buruk/sorg mantan pemakai narkoba yg sudah kehilangan kesadaran) apakah setelah kita menyadarkan dia apakah dia masih akan tetap melakukan kelakuan buruk’a diwaktu dulu..?

    Suka

  2. Benar. Sendok berguna, tetapi bisa berbahaya, jika kita menelannya bukan? Berpikir amat penting. Namun ia menjadi berbahaya, ketika mendominasi kehidupan kita dan merusak kejernihan hidup kita. Maka dari itu, kita perlu belajar mencerap dari saat ke saat.

    Disukai oleh 1 orang

  3. maksud pertanyaan saya jika kita sudah mencapa pada tingkat kesadaran tertinggi ataupun sampai pada dasar kesadaran (saya), ketika saya sudah membuka kesadaran seseorang yg sudah mengalami depresi atopun gangguan syaraf akibat pengaruh narkoba apabila kesadaran itu terbuka apakah lambat laun kesadaran itu akan meningkan (kembali hidup normal) thx

    Suka

  4. Salam kenal Pak reza,
    Artikel ini bagus, bermakna dan bernilai tinggi terhadap pemikiran yg luas.
    Tpi, ada sesuatu kekeliruan pd pemikiran saya. Setiap org pasti menginginkan suatu kesuksesan.
    Bagaimana cara menggapainya ? Apalgi sudah diimbangi dgn pola pikir yg matang dn masukan – masukan pendapat dri luar dn dlam tpi tetap mngalami kegagalan yg berulang – ulang. Bagaimna pndapat dn pencerahan dari pak reza sendiri ?
    Dan satu hal terlintas d pikiran saya, tntang kalimat “Kalau dia bisa, Knapa saya tdk”. Apakah kalimat ini sesuai utk motivasi ? Sedangkan kita sbagai manusia tdk terlepas dari takdir. Dalam filsafat, bagaimana pola pikir kita tntang takdir ?
    Terimakasih Pak reza.

    Suka

  5. Takdir dan sukses adalah konsep-konsep ciptaan pikiran kita. Tanyakan, apa yang ada di balik segala bentuk konsep dan pikiran ini? Akrabkan diri anda dengan ini, lalu semuanya menjadi jelas. Kesadaran murni yang ada di balik segala konsep dan pikiran ini adalah jati diri sejati anda. Jika anda akrab dengannya, dan hidup dengannya, maka anda sukses. Inilah arti sukses yang sesungguhnya.

    Disukai oleh 1 orang

  6. Bahkan yg namanya iq ( kecerdasan intelegensia ) bisa d tingkatkan dengan metode yg tepat pak. Salah satu metodenya yaitu dengan melakukan senam otak atau dengan teknik akupuntur. Kira2 bapak ada tidak referensi ttg penilitian kecerdasan otak ? Hal ini penting jg bagi orang2 yg sedang megalami hambatan dalam belajar. 🙂

    Suka

  7. 1. Aku pikir klaim yg terlalu besar untuk bilang otak berubah dengan mengubah cara pandang.
    2. Aku pikir lbh cocok di blg berkembang dan salah satu kemampuannya adalah beradaptasi pada tantangan, spt stress dll. aku pkr stress juga ngga buruk krn itu adalah pemicu kita, klo seinget ku d teori stress, stress ada 2 positif Dan negatif, klo negatif berakibat buruk (cth bisa sakit) positif bisa memicu kita untuk jadi lbh Baik.
    3. Klo sampai harapan itu runtuh, berarti ini mengenai sesuatu yang penting banget, jadi teringat dengan Frankl dmna harapan buat dia survive tapi aku ngga tau apa dia ubah cara pandang apa ngga.
    4.bicara mengubah cara pandang, ada juga yang terjadi secara tidak disadari (misal melalui pergaulan) kadang disadari sih tapi setelah beberapa waktu lalu melihat kebelakang. Atau apa mnrt mu, apa org yg menerapkan metode2 tab akan selalu sadar dgn perubahan yg terjadi? Krn kadang perubahan itu subtle dan kadang yg menyadari adanya perubahan bkn kita tapi org sekitar.. Karen kita merasa biasa aja. Gimana?

    Suka

  8. Hai Jane.
    1. Mengapa terlalu besar?
    2. Mengubah cara pandang pada stress secara berulang dan dalam jangka waktu tertentu bisa mengubah struktur otak. Penelitian tentang meditasi membuktikan hal ini. Ini terkait dengan poin satu di atas. Lagipula, kategori baik buruk ini pun sangat rapuh, dan sangat tergantung dari cara orang memaknainya. Ini lalu berbicara soal social framing and programming.
    3. Frankl bisa survive, karena dia melakukan reframing. Dia memahami realitasnya dengan kaca mata baru, yakni kaca mata makna. Dia belajar dari Nietzsche soal alasan hidup yang bisa membuat orang melalui keadaan sesulit apapun.
    4. Perubahan terjadi setiap saat. Banyak juga yang tak disadari. Namun, jika orang belajar tentang kesadaran diri, ia bisa menyadari perubahan-perubahan dirinya, dan mengarahkannya untuk kebaikan dirinya sendiri dan orang lain. Belajar tentang kesadaran diri tentu adalah sebuah proses.
    Semoga membantu Jane.

    Suka

  9. Mungkin masalah terminologi.. Buat aku struktur otak itu anatominya, bagian2 nya secara fisikal (cth amygdala, hipokampus).. Nah dalam bayangan ku klo berubah itu dari ‘a’ jadi ‘b’. Kalau berkembang ok, bisa buat jaringan baru dan ini biasanya berhubungan dengan pembelajaran Hal baru. Biasanya penelitian neuroplasticity liat aktivasi bagian otak klo pakai teknik fmri ada juga structural mri liat slh satu nya ukuran.

    Mgkn bisa d blg ubah tapi buat ku krg pas aja, secara orang lain juga punya bagian otak yang sama kecuali ada kelainan

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.