Hubungan yang Memisahkan

youne.com
youne.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Kita hidup kini di dalam jaringan dunia virtual. Begitu banyak orang menghabiskan waktunya di beragam situs jaringan sosial di Internet, seperti Facebook, Path, Instagram dan sebagainya. Beragam situs ini menjadi sumber informasi utama. Bahkan tak berlebihan jika dikatakan, bahwa situs-situs ini kini menjadi media pendidikan utama begitu banyak orang di dunia sekarang ini.

Dengan bantuan situs-situs di dunia virtual ini, orang merasa didekatkan satu sama lain. Mereka merasa dekat dengan teman maupun keluarga, walaupun dipisahkan oleh jarak dan waktu. Para aktivis sosial dan politik bahkan menggunakan situs-situs ini untuk menyebarkan misi dan pandangan mereka. Namun, apakah hubungan yang diciptakan melalui situs-situs dunia virtual ini sungguh merupakan sebuah hubungan yang bermutu?

Pendangkalan Sosial

Kita sering melihat orang-orang berkumpul di suatu tempat, namun mereka sibuk sendiri dengan teleponnya masing-masing. Mereka bersama, tetapi tidak bersama. Mereka dekat, sekaligus jauh. Badan mereka di tempat yang sama. Namun, pikiran mereka terpisah ribuan, bahkan ratusan ribu kilo meter.

Komunitas di dunia sehari-hari terpisah, ketika justru komunitas di dunia virtual bertumbuh. Orang lebih nyaman dengan layar komputer, daripada dengan wajah temannya, atau justru keluarganya. Komunikasi pun menjadi sedemikian dangkal, karena terbatas pada beberapa potong kalimat di layar komputer ataupun telepon genggam yang kerap kali justru menciptakan kesalahpahaman. Gerak tubuh dan mimik wajah, yang merupakan bagian penting dari komunikasi antar manusia, kini terlupakan.

Situs-situs di dunia virtual ini, yang juga disebut sebagai jaringan sosial, adalah bentuk hubungan yang memisahkan. Mereka menciptakan hubungan semu yang justru menghancurkan hubungan antar manusia yang sejati. Mereka justru memecah hubungan antar manusia. Mereka menjadikan hubungan antar manusia menjadi sedemikian dangkal dan, seringkali, penuh kepalsuan serta kebohongan.

Yang tercipta kemudian adalah keterputusan antar manusia. Komunikasi sejati digantikan dengan komunikasi palsu dan semu. Ketidakpedulian pun tercipta. Orang lebih sibuk mengejar gosip terbaru, daripada memikirkan tantangan-tantangan kehidupan bersama.

Orang lalu mengalami pengalihan isu secara terus menerus. Orang lebih sibuk menyunting foto makanan terbaru, daripada bekerja sama untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakadilan di berbagai belahan dunia. Orang lebih terpikat pada barang-barang elektronik terbaru, daripada perang dan penderitaan yang diderita oleh tetangganya. Orang tergeser dari hal-hal penting dalam kehidupan, dan digiring masuk seperti kambing ke dalam ranah pembodohan dan pendangkalan dalam bentuk konsumsi tanpa batas.

Solidaritas pun menjadi kata-kata yang hampir punah. Masyarakat mengalami atomisasi dan distraksi tanpa henti. Komunitas-komunitas sejati untuk menggiring perubahan terpecah. Komunitas-komunitas gosip dan pemuja barang-barang konsumsi bertumbuh subur, bagaikan jamur di musim hujan. Jika solidaritas mati, maka kerja sama antar manusia untuk mengatasi beragam tantangan bersama pun juga pada akhirnya akan mati.

Masalah-masalah baru tercipta. Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin di berbagai belahan dunia kini semakin besar. Gerak korporasi rakus di berbagai belahan dunia kini seolah tanpa kontrol. Tak terasa, umat manusia kini bergerak dengan gembira sekaligus bodoh menuju kehancurannya sendiri, tanpa ia sadari.

Memutuskan untuk Menyambung

Ketika pola komunikasi antar manusia menjadi dangkal dan palsu, maka manusia-manusia yang berkembang dalam pola komunikasi semacam itu pun akan menjadi dangkal dan palsu. Maka dari itu, pola komunikasi yang ada pun harus diubah. Dalam konteks ramainya situs-situs jaringan sosial dengan pendangkalan serta pemalsuan informasi, kita perlu memutuskan diri dari semua itu, supaya justru bisa membangun komunikasi yang sejati. Kita perlu memutus jaringan justru untuk membangun jaringan yang sejati.

Melepaskan diri dari jaringan sosial yang menipu dan mendangkalkan membuat kita berjarak dari keadaan. Jarak akan mendorong refleksi dan analisis yang lebih mendalam. Dari sini akan tercipta kebijaksanaan. Kebijaksanaan membantu kita secara kritis memilah beragam informasi yang ada, dan membuat keputusan terbaik dari segala kemungkinan yang ada.

Pada akhirnya, bukankah hidup akan menjadi begitu hampa dan dangkal, jika diisi dengan konsumsi tanpa batas dan berita-berita penuh kebohongan belaka?

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

4 tanggapan untuk “Hubungan yang Memisahkan”

  1. Saya pikir, kemajuan teknologi memang membantu mempermudah manusia dalam menjalani hidup. Namun jangan sampai karena teknologi itu pula kita kehilangan nilai-nilai kehidupan, saat sedang jauh, aplikasi jejaring sosial memang berguna, namun ketika mereka sudah bertemu malah sibuk dengan social apps masing-masing, interaksi memang ada, tapi mata mereka fokus ke layar ponsel, teknologi merubah pola pikir masyarakat dalam berinteraksi.

    Oh iya, saya ucapkan terimakasih banyak untuk artikel yang pak Reza tulis di blog ini, saya suka dengan tulisan-tulisan di rumahfilsafat.com. Saya sudah membaca tulisan di blog ini semenjak 2012 sampai sekarang. Selama ini saya jadi silent reader, hanya membaca tulisan saja tanpa memberikan feedback dan sekarang, saya ingin ikut berdiskusi disini via comment box.

    Salam kenal pak ya.
    Agung Kharisma
    Daily Blogger Pro

    Suka

  2. bagaimana tanggapan pak Rezaterkait pernyataan “memutuskan untuk menyambung” jika dikaitkan dengan interaksi sosial dalam masyarakat?

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.