Kekebalan Sosial dan Pribadi

organicfacts.net
organicfacts.net

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya

Mengapa kenaikan harga BBM selalu membuat cemas? Yang membuat cemas bukanlah kenaikan BBM itu sendiri, melainkan dampaknya, yakni kenaikan hampir semua harga barang. Ketidakpastian yang ditimbulkan kenaikan harga BBM mendorong beragam demonstrasi yang seringkali berakhir pada kekacauan. Harga susu untuk bayi sampai dengan harga celana dalam juga berubah naik, ketika harga BBM naik.

Segala hal di Indonesia mudah sekali berubah. Ceria kemenangan Jokowi-JK pada Pemilu 2014 lalu segera ditutup dengan terciptanya susunan kepemimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yang jauh dari keinginan rakyat banyak. Segera pasar saham Jakarta bergolak bereaksi negatif atas perubahan ini. Bagaimana dengan harga barang kebutuhan sehari-hari? Anda sudah tahu jawabannya.

Kekebalan Sosial

Tugas utama dari berbagai institusi politik adalah menciptakan rasa aman bagi semua warga, tanpa kecuali. Ketika masyarakat hidup dalam rasa khawatir terus menerus, akibat dari berbagai ketidakpastian yang ada, ini satu tanda, bahwa kinerja sistem politik kita jauh dari harapan. Semua bidang kehidupan mudah sekali digoyang oleh satu peristiwa. Yang dibutuhkan sekarang ini adalah model politik yang mampu menciptakan kekebalan sosial.

Kekebalan sosial semacam ini haruslah menyentuh setidaknya tiga bidang, yakni kesehatan, pendidikan dan gizi dari masyarakat. Artinya, gejolak politik dan ekonomi tidak boleh sampai menggoyang stabilitas kesehatan, pendidikan dan gizi masyarakat. Harga BBM boleh naik setinggi langit. Namun, harga makanan tidak boleh berubah. Ongkos dokter dan harga obat juga tak boleh berubah. Uang sekolah dan kuliah beserta harga buku pelajaran juga tak boleh naik.

Beberapa Langkah

Bagaimana cara membangun model politik semacam itu? Saya melihat setidaknya tiga langkah. Yang pertama adalah perlindungan Undang-undang atas tiga bidang tersebut, yakni kesehatan, pendidikan dan gizi. Untuk kesehatan perlu dibuat sistem asuransi kesehatan universal. Harga yang harus dibayar per bulan oleh tiap warga negara haruslah masuk akal, setidaknya 6-7 persen penghasilan per bulan. Negara harus menutup kekurangan biayanya, bila berlebihan.

Harga obat-obatan dan pelayanan kesehatan juga harus diatur oleh Undang-undang. Harga tidak boleh melonjak seenaknya saja, tanpa aturan. Untuk menjamin kesehatan masyarakat, gizi juga amatlah penting. Negara haruslah membeli semua hasil panen petani dengan harga yang masuk akal sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Ini membuat harga bahan pangan di pasaran bisa tetap terkontrol, apapun yang terjadi.

Pendidikan juga harus diatur sepenuhnya oleh Undang-undang. Sekolah swasta juga perlu untuk dibantu oleh pemerintah, walaupun mungkin tidak sepenuhnya, seperti sekolah negeri. Semua buku untuk kepentingan pembelajaran juga harus dibuat semurah mungkin, jika perlu bebas biaya. Uang untuk menunjang kesehatan, pendidikan dan gizi diperoleh dari pajak rakyat dan pemasukan negara lainnya.

Maka, berbagai sistem politik, mulai dari jaminan kesehatan sampai dengan pajak, haruslah terhubung secara koheren satu sama lain, sehingga bisa saling menunjang. Sistem politik tidaklah boleh dilihat terpisah satu sama lain. Yang satu bertugas untuk menarik uang dari rakyat dan dari pemasukan lainnya. Yang lain bertugas untuk mengeluarkan uang, guna memberikan hidup yang layak dan aman untuk rakyat.

Kekebalan bidang kesehatan, pendidikan dan gizi tidak dapat terjadi hanya dengan penciptaan Undang-undang saja, tetapi juga dari gerak kinerja berbagai institusi politik dan hukum yang ada. Kementrian dan Badan Usaha Milik Negara adalah ujung tombak dari proses penciptaan kekebalan semacam ini. Kinerja mereka harus mengalami apa yang Jokowi sebut sebagai revolusi mental.

Semua ini perlu didukung oleh aparat hukum yang tegas dan bersih. Jajaran jaksa, polisi dan hakim harus cermat memastikan, bahwa Undang-undang yang telah ditetapkan dilaksanakan di lapangan. Segala pelanggaran harus ditindak secepat dan seadil mungkin. Ini akan menciptakan suasana kepatuhan hukum yang penting untuk menciptakan kekebalan sosial di dalam politik.

Peran Rakyat

Lalu, dimana peran rakyat? Peran rakyat adalah yang terpenting, yakni melakukan kontrol terus menerus pada berbagai kebijakan yang diambil. Rakyat juga perlu melakukan kontrol yang cermat terhadap aparat hukum yang ada. Peran berbagai LSM amat penting di dalam semua proses ini.

Rakyat perlu menekan terus menerus, supaya sistem kekebalan politik atas kesehatan, pendidikan dan gizi bisa tercipta. Kehendak politik sebagai api yang membakar semua proses ini haruslah terus dilestarikan. Peran universitas sebagai obor pengetahuan dan kebijaksanaan juga amat besar untuk menjaga kehendak politik rakyat. Universitas tidak boleh hanya sibuk mencari proyek penelitian yang tak punya kaitan langsung dengan kemaslahatan rakyat banyak.

Pada tingkat pribadi, kita juga perlu membangun kekebalan mental. Kita boleh goyah oleh berbagai kesulitan dan tantangan kehidupan yang muncul. Kita perlu untuk membangun hati yang imun, yakni hati yang kebal dari segala macam kesulitan dan emosi negatif, sehingga bisa terus berjuang untuk kebaikan bersama dengan hati yang tenang dan penuh cinta. Bagaimana cara membangun hati yang kebal semacam ini?

Kekebalan Pribadi

Syarat utama dari kekebalan batin adalah kesadaran. Kesadaran tersebut melingkupi dua hal, yakni kesadaran tentang arti sesungguhnya dari diri kita sebagai manusia, dan kesadaran akan arti sesungguhnya dari segala yang ada di dalam dunia. Untuk mencapai tingkat kesadaran semacam ini, kita perlu untuk belajar dari pelbagai tradisi Spiritualitas dan Filsafat yang tersebar di berbagai peradaban dunia.

Salah satu tradisi besar di dalam Filsafat dan Spiritualitas adalah idealisme. Paham ini menegaskan, bahwa segala apa yang ada, termasuk diri kita, adalah ide ciptaan dari pikiran. Yang ada hanyalah pikiran yang memberi makna pada dunia. Dunia adalah dunia sebagaimana kita tangkap dengan pikiran.

Pandangan ini banyak mengundang perdebatan dan kritik. Namun, argumen utamanya tidak pernah dapat dipatahkan, bahwa kita memahami dan sekaligus memberi arti pada dunia sesuai dengan isi dan cara berpikir kita. Seperti dinyatakan oleh temuan fisika modern, mulai dari Fisika Kuantum, Teori Dawai sampai dengan Teori M, bagian terkecil dari segala yang ada, termasuk tubuh kita, adalah ruang hampa. Ruang hampa itu diisi oleh suntikan ide dari pikiran kita, sehingga ia mewujud menjadi sesuatu yang tampak nyata di dalam dunia, seperti mobil, rumah, hubungan sosial, karir, kecantikan, kesuksesan dan segalanya.

Ketika kita menyadari, bahwa segala yang ada adalah sesungguhnya ruang hampa, maka cara berpikir kita tentang dunia, tentang hidup dan tentang diri kita sendiri akan berubah. Perubahan cara berpikir akibat pemahaman akan hakekat segala yang ada inilah inti dari kesadaran yang bisa mengantar kita pada kekebalan pribadi di dalam setiap keadaan. Ketika segala sesuatu pada dasarnya adalah hampa, dan kita yang memberinya makna, maka kita tidak perlu tegang lagi dalam hidup, misalnya dengan terobsesi pada satu tujuan tertentu. Kita bisa berjuang untuk hal-hal baik dalam hidup, tanpa menjadi ngotot dan fanatik dengan hal-hal baik tersebut.

Inilah yang disebut sebagai kebebasan yang sejati. Kita menjadi kebal terhadap segala situasi, karena hati kita bebas. Kita tidak memiliki keterikatan dengan apapun. Hidup menjadi ringan, dan kita bisa berkarya sesuai dengan panggilan nurani kita, demi kebaikan diri kita, dan kebaikan orang di sekitar kita.

Kekebalan sosial patut untuk diperjuangkan di Indonesia. Bidang kesehatan, pendidikan dan gizi harus menjadi kebal dari segala bentuk gejolak politik, ekonomi maupun sosial. Peran kita sebagai rakyat amat besar dalam hal ini. Ini dapat kita lakukan secara baik dengan hasil yang maksimal, jika kita juga memiliki kekebalan batin di dalam hidup pribadi kita yang lahir dari kesadaran akan hakekat dari segala sesuatu dan kebebasan hati.

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

8 tanggapan untuk “Kekebalan Sosial dan Pribadi”

  1. Makna dalam ide tentu berbeda setiap individu. Untuk menciptakan masyarakat yang baik tentu ide-ide harus dipertemukan, menurut Habermas misalnya. Dan ide-ide itu harus dipertemukan di ruang publik (public sphere). Meski ruang publik bisa muncul dengan sendirinya menurut tingkat keterbukaan masyarakat, namun pemerintah hendaknya menciptakan ruang publik agar terjalin dialog dan keterbukaan dalam masyarakat. Ini harus dilakukan jika tak ingin ada kemunculan kelompok-kelompok kecewa yg mengacaukan upaya kita membangun kekebalan sosial itu.

    Suka

  2. Makasih Mas Reza saya baca lagi tulisan anda. tetap sytunggu pemikiran2 lain yang bagus. slamat belajar dan berkarya

    Suka

  3. Memang ada kritik terhadap Habermas, pak, bahwa dalam kenyataannya “ruang publik” yang dibayangkannya sebagai tempat terjadinya dialog antar kelompok dan identitas, justru malah menjadi tempat bermainnya – meminjam istilah Foucault – relasi kuasa, misalnya, pencitraan, hegemoni, dll.

    Namun demikian, upaya mempertemukan berbagai ideologi dan kepentingan adalah bagian dari proses dialog. Meski kemudian yang bermain di ruang publik adalah kekuasaan, jika ruangnya terbuka lebar, maka akan terjadi proses tawar-menawar antar kepentingan. Tuhan Maha Tahu.

    Suka

  4. Yap. Kritik itu tepat. Dialog memang perlu. Tapi harus ada kesadaran diri dari setiap peserta dialog. Itu yang harus dibangun terlebih dahulu, sebelum dialog ada. Tuhan tidak ada urusan dengan ini. Salam.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.