Herakleitos: Peri Physeos, atau tentang Alam (Über die Natur)

la-img.com
la-img.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang belajar di München, Jerman.

Kita hidup di dunia yang terus berubah. Cuaca berganti. Hari berganti. Segalanya bergerak, seringkali tanpa kita sadari.

Namun, bukan hanya dunia yang berubah. Kita pun berubah di dalam dunia yang terus berubah. Hubungan kita dengan dunia adalah hubungan timbal balik. Artinya, dunia mengubah kita, dan, pada saat yang sama, kita pun mengambil bagian di dalam proses untuk mengubah dunia.

Perubahan adalah kenyataan yang tak dapat dibantah. Hari ini kita hidup. Besok mungkin kita sudah meninggal, atau orang yang kita sayangi telah meninggal. Tidak ada yang tahu. Pertanyaan penting disini adalah, bagaimana kita memaknai hidup yang terus berubah?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu belajar dari sejarah filsafat yang merentang lebih dari 2000 tahun di Eropa. Perlu untuk dicatat, filsafat, dalam arti ini, adalah pemikiran kritis dan rasional tentang dunia, dan tidak terkait secara langsung dengan agama, apalagi dengan mistik. Filsuf yang secara khusus membahas soal perubahan adalah Herakleitos, terutama di dalam karyanya Peri Physeos, atau Tentang Alam (über die Natur).

Peri Physeos bukanlah sebuah buku, melainkan kumpulan fragmen atau tulisan pendek yang diperkirakan berasal dari 500 tahun sebelum Masehi. Semua pengetahuan kita tentang Herakleitos datang dari filsuf-filsuf setelahnya, yang mengutip pemikirannya. Di dalam sejarah filsafat, Herakleitos dianggap sebagai salah satu filsuf pra-Sokratik terbesar, yakni filsuf yang hidup sebelum Sokrates. Fokus pemikiran Herakleitos adalah pemikiran tentang alam (Naturbetrachtung) serta kaitan antara manusia dan ada (sein) yang mendasari seluruh kenyataan.

Ia hidup sekitar 550 sampai dengan 480 sebelum Masehi. Tulisannya mengambil bentuk syair, atau bahkan puisi tentang hakekat dari alam. Maka, artinya tidak bisa muncul begitu saja, melainkan harus ditafsirkan terlebih dahulu. Beberapa penafsir, termasuk König, menyebut kumpulan fragmen tersebut sebagai gelap (dunkel).

Menurut König, Herakleitos sebenarnya telah menulis satu buku penuh dengan judul yang sama, yakni Peri Physeos. Namun, banyak bagian dari buku itu hilang. Yang kita miliki sekarang hanyalah bagian kecil dari buku itu, kurang lebih 20 halaman dan terdiri dari kumpulan kalimat-kalimat pendek. Jika kita membaca fragmen-fragmen ini secara jeli, kita akan menemukan banyak ide yang revolusioner tentang alam.

Konsep terpenting dalam pemikiran Herakleitos adalah Logos. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang bisa berarti dua hal, yakni akal budi (Vernunft) atau hukum (Gesetz). Logos adalah prinsip dasar dari seluruh kenyataan yang ada di alam, termasuk gunung, sungai, laut, langit dan segala yang ada di atas maupun di bawah bumi. Herakleitos melihat Logos menjelma secara nyata di dalam api (Feuer), yang terkandung di dalam segala sesuatu yang ada di alam ini.

Herakleitos juga berpendapat, bahwa segala sesuatu di alam ini terdiri dari hal-hal yang bertentangan. Tegangan di antara hal-hal yang bertentangan tersebut menghasilkan gerak dan perubahan. Maka, segala sesuatu pun berubah, karena segala sesuatu terdiri dari hal-hal yang bertentangan, yang saling bergesekan satu sama lain.

Misalnya, siang dan malam, terang dan gelap, musim kemarau dan hujan, musim panas dan dingin, perang dan damai, kenyang dan lapar, serta hidup dan mati. Inilah yang disebut Herakleitos sebagai prinsip yang bertentangan (das Prinzip des Gegensatzes). Pertentangan ini tidak pernah berhenti, melainkan terus bergerak menghasilkan perubahan-perubahan baru. Dari runutan berpikir ini, ia menyimpulkan, bahwa segala sesuatu itu berubah dan mengalir (alles fließt).

Tidaklah mungkin bagi kita, untuk menginjak sungai yang sama, karena air di dalam sungai selalu berubah. Dalam arti ini, pengetahuan, menurut Herakleitos adalah pemahaman atas kesatuan yang terjadi akibat dari pertentangan antara dua hal yang berbeda. Dua hal ini, walaupun berbeda, tidaklah terpisah, melainkan saling terhubung satu sama lain. Pengetahuan dan kebijaksanaan lahir dari harmoni antara hal-hal yang saling bertentangan dan bergesekan satu sama lain.

Banyak orang mengira, bahwa Herakleitos adalah pencetus ide, bahwa perang adalah bapak segalanya. Ini, tentu saja, adalah kesalahpahaman. Yang menjadi bapak dari segalanya, menurutnya, adalah perubahan yang lahir dari pertentangan dan gesekan yang terus bergerak. Gesekan dari hal-hal yang berbeda ini lalu melahirkan harmoni, bukan harmoni yang statik, namun harmoni yang juga terus berubah. Hukum yang abadi adalah hukum perubahan (das Gesetz des Wandels).

Kenyataan selalu terdiri dari dua hal yang bertentangan. Keseluruhan juga lahir dari pertentangan dua hal yang berbeda itu. Busur dan panah adalah dua hal yang berbeda. Namun, mereka barus punya arti, jika mereka bersatu dalam tegangan, lalu menjadi senjata yang mematikan.

Kenyataan yang ada itu seperti anak yang bermain. Mereka memegang dan menghancurkan segalanya. Mereka melempar barang, membanting piring, dan sebagainya. Namun, mereka melakukan itu semua tanpa niat jahat. Di dalam kenyataan, ada tiga hal yang selalu bergesekan, yakni kehancuran (Zerstörung), permainan (Spiel) dan semua dilakukan tanpa rasa salah (Unschuld). Inti dari semua itu adalah satu, yakni perubahan.

zeitreise-des-denkens.de
zeitreise-des-denkens.de

Herakleitos mengajak kita untuk berpikir dengan menggunakan akal budi kita untuk memahami kenyataan yang ada, yakni alam di sekitar kita. Bisa dibilang, dia adalah salah satu ilmuwan pertama, karena ia memahami alam tidak dengan menggunakan ajaran agama atau mitologi pada jamannya, namun semata dengan akal budinya. Kata kunci disini amat penting, yakni Logos. Di dalam hidup politik maupun sehari-hari kita di Indonesia, kita perlu pertama-tama menggunakan akal budi untuk memahami hal-hal yang ada, dan tidak langsung melompat ke dalam agama atau mitologi.

Herakleitos juga mengajak kita melihat hidup sebagai bentukan dari hal-hal yang bertentangan yang saling bergesekan, dan menciptakan perubahan. Maka, kita tidak boleh memilih yang baik-baik saja (misalnya maunya musim panas saja, tetapi tidak mau musim dingin), tetapi juga perlu untuk melihat yang jahat sebagai bagian dari keseluruhan hidup kita. Gesekan antara dua hal yang saling bertentangan (jahat dan baik) itulah yang menciptakan kehidupan, termasuk alam di sekitar kita. Gesekan itu kadang menghasilkan kehancuran, namun bukan kehancuran mutlak, melainkan kehancuran untuk melahirkan sesuatu yang baru.

Herakleitos juga mengajak kita melihat kehidupan sebagai anak-anak. Kehancuran janganlah diratapi, melainkan dianggap sebagai bagian dari proses permainan dan gesekan yang membentuk hidup ini. Kata kunci disini, menurut saya, adalah tanpa beban. Kita harus menjalani hidup dengan ringan, walaupun banyak hambatan yang kita temui, karena hambatan itu selalu ada berbarengan dengan hal-hal baik yang juga kita terima. Semuanya mengalir. Semuanya berubah. Alles fließt.

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

4 tanggapan untuk “Herakleitos: Peri Physeos, atau tentang Alam (Über die Natur)”

  1. Bro…
    Aku suka tulisan ini, kebetulan ada tawaran project dari perusahaan yang ingin mengoutboundkan 30 manajernya, aku planningkan untuk mendaki gunung semeru…
    salam kangen dari suroboyo…

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.