Integritas dan Rabun Jauh

itb.ac.id
itb.ac.id

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang di München, Jerman

Hampir setiap saat, kita dipaksa oleh situasi untuk membuat keputusan, mulai dari keputusan kecil tentang apa yang kita makan untuk sarapan, atau keputusan besar, seperti apakah kita akan menikah, atau tidak. Di dalam setiap keputusan, selalu ada pertimbangan-pertimbangan yang perlu untuk diperhatikan. Setidaknya, pertimbangan tersebut mencakup dua hal, yakni keadaan nyata yang ada, atau orang menyebutnya sebagai “data”, dan prinsip hidup seseorang, yakni nilai-nilai hidup yang ia yakini sebagai manusia. Dengan dua alat ini, setiap saat, hampir setiap detik, orang membuat keputusan.

Keadaan dan Prinsip

Dengan data, orang memperoleh informasi tentang keadaan di dunia, mulai dari harga saham, sampai bagaimana orang-orang lain membuat keputusan dalam keadaan yang sama. Dengan data, orang bisa belajar dari pengalaman orang lain, juga dari keadaan di luar, supaya ia bisa membuat keputusan yang tepat. Namun, data sama sekali tidak cukup untuk membuat keputusan. Sebaliknya, data bisa menipu kita, sehingga kita membuat keputusan yang salah, yang akhirnya tidak hanya merugikan kita, tetapi juga merugikan orang lain.

Inilah kecenderungan umum manusia pada umumnya, yakni membuat keputusan berdasarkan situasi, berdasarkan data. Keputusan yang diambil biasanya mengambil data jangka pendek, maka tujuannya pun untuk memperoleh keuntungan atau keberhasilan dalam jangka pendek pula. Ini juga yang menjadi hal terpenting di dalam metode penelitian ilmiah ilmu pengetahuan modern. Dengan cara berpikir ini, ilmu pengetahuan modern lalu menghasilkan penemuan-penemuan yang mengubah dunia (jadi lebih baik?).

Hal lain yang mesti diperhatikan, ketika orang akan membuat keputusan adalah nilai-nilai yang membimbing hidupnya. Kita juga bisa menyebutnya sebagai prinsip. Dengan prinsip, orang tidak lagi tergantung pada data, tetapi pada nilai-nilai hidup yang diyakininya. Nilai-nilai itu lahir dari pemikiran, refleksi pribadi, dan tradisi yang membentuk hidup kita sebagai manusia.

Pertentangan

Ketika membuat keputusan, seringkali terjadi pertentangan antara kenyataan yang ada (data) dengan prinsip yang kita yakini. Lalu, orang juga tersudut untuk membuat keputusan, apakah akan mengikuti keadaan, atau mengikuti prinsip hidupnya, yakni nilai-nilai yang diyakininya? Sejauh saya amati, banyak orang cenderung mengikuti data, dan melupakan prinsip. Alasannya sederhana, dengan mengikuti data, orang lebih mungkin untuk berhasil dalam membuat keputusan. Apakah itu benar?

Dalam jangka pendek, mengikuti data memang seringkali menguntungkan. Bahkan, seringkali orang berbuat curang dengan mencari pembenaran pada “mengikuti keadaan”. Dalam pikirannya, jika tidak mengikuti keadaan, maka ia akan gagal. Ini argumen yang seringkali ditemui, “jika kita tidak korupsi di Indonesia, kita tidak akan hidup. Maka, saya akan korupsi, walaupun saya tahu persis, korupsi bertentangan dengan nilai-nilai hidup saya.” Namun, dalam jangka panjang, prinsip yang dilanggar pada akhirnya juga akan hilang, dan orang hidup hanya mengikuti keadaan, tanpa punya prinsip. Ia lalu tak punya arah dan nilai yang jelas, sehingga hidupnya diombang-ambingkan keadaan, tanpa identitas, dan akhirnya hancur.

Dengan kata lain, kita seringkali perlu menolak data dan keadaan yang ada, lalu berpaling pada prinsip hidup kita. Kita perlu membuat keputusan, tidak melulu tunduk pada keadaan, data, atau kecenderungan umum, melainkan dengan selalu berpijak pada nilai-nilai hidup yang kita yakini. Dalam jangka pendek, ini memang terlihat tidak populer. Namun, jika prinsip hidup yang kita yakini itu sungguh-sungguh esensial, maka keputusan yang diambil berdasarkan prinsip tersebut justru memperkuat identitas kita sebagai manusia.

Integritas dan Rabun Jauh

Keputusan yang berpijak pada prinsip yang esensial adalah investasi pada masa depan, pada jangka panjang, yang akhirnya bisa membawa keberhasilan yang berkelanjutan, bukan hanya keberhasilan sesaat, yang lalu menghancurkan nilai hidup kita, identitas kita, dan akhirnya kita sendiri. Penyakit utama kita sebagai manusia, tidak hanya di Indonesia, adalah rabun jauh, yakni ketidakmampuan berpikir panjang. Kita terpaku pada keuntungan-keuntungan dan pikiran-pikiran jangka pendek yang, secara perlahan namun pasti, juga menghancurkan diri kita sendiri. Jika kita hanya terfokus pada keuntungan jangka pendek, dan mengorbankan prinsip serta identitas kita, entah sebagai pribadi, ataupun sebagai kelompok, maka kita menciptakan keberhasilan yang rapuh, yang akan segera hancur, ketika badai krisis datang.

Seringkali, kita perlu berani hidup dengan prinsip yang esensial, walaupun itu bertentangan dengan keadaan atau data yang ada. Seringkali, kita perlu menolak sebuah tawaran, bukan karena tawaran itu tidak menguntungkan, tetapi karena tawaran itu bertentangan dengan prinsip kita. Seringkali pula, kita perlu membuat keputusan yang sulit, dan menolak keputusan yang mudah, karena itu berpijak pada prinsip hidup kita. Inilah paradigma yang, pada hemat saya, bisa menjamin, bahwa keputusan dan keberhasilan hidup kita selalu sesuai dengan prinsip, nilai, sekaligus identitas kita. Singkat kata, inilah.. integritas.

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

6 tanggapan untuk “Integritas dan Rabun Jauh”

  1. berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.