Kisah Anas dan Anies

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik di Unika Widya Mandala Surabaya

Mereka adalah Anas Urbaningrum dan Anies Baswedan. Anas kini (masih) menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, yakin partai pemenang Pemilu terakhir di Indonesia. Sementara, Anies kini menjadi Rektor dari Universitas Paramadina, Jakarta, serta pendiri sekaligus ketua dari Gerakan Indonesia Mengajar, yang berusaha mengajak anak-anak muda Indonesia untuk menjadi guru di berbagai pelosok negeri. Keduanya adalah tokoh muda yang sama-sama lahir pada 1969. Anas lahir pada 15 Juli 1969. Sementara, Anies lahir pada 7 Mei 1969.

Anas

http://www.satunews.com

Anas Urbaningrum memiliki karir politik yang cerah. Sebelum menjadi ketua partai, ia menjabat sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi di Partai Demokrat. Pada masa itu, ia juga menjabat sebagai ketua Fraksi Demokrat di DPR RI. Sejak menjadi ketua partai, ia mengundurkan diri dari DPR.

Lahir di Desa Ngaglik, Blitar, Jawa Timur, ia bersekolah di Kabupaten Blitar, dan lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga pada 1992. Ia kemudian mengambil gelar master politik di Universitas Indonesia dengan tesis tentang pemikiran Nurcholis Madjid, dan kini tengah menyelesaikan studi doktoral ilmu politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Melalui tulisan maupun pidatonya, Anas tampak memiliki komitmen yang kuat pada demokrasi serta budaya politik yang bersih dan cerdas. Ia sering berkata dan menulis tentang pentingnya pengelolaan partai yang efisien dan bersih, serta komitmen pada pengembangan budaya demokrasi di Indonesia. Dengan sejarah hidup, tulisan, dan pidatonya, banyak orang percaya, bahwa Anas bisa menjadi pemimpin Indonesia masa depan.

Karir politik Anas tidak berjalan mulus. Pada 2011-2012 lalu, Anas terjerat kasus korupsi Wisma Atlet bersama dengan dugaan korupsi lainnya, juga dengan beberapa orang dari Partai Demokrat. Kepercayaan publik pun menurun, baik kepada Partai Demokrat, maupun pada Anas sendiri. Beberapa kalangan meminta Anas untuk meninggalkan jabatannya sebagai ketua umum partai. Semua upayanya untuk meniti karir di politik pun hancur, karena kasus-kasus korupsi yang menimpanya belakangan ini.

Anies

cha21988.files.wordpress.com

Anies Baswedan dikenal sebagai salah satu mahasiswa aktivis di Indonesia yang mendapatkan beasiswa Fullbright untuk melanjutkan studi pasca sarjana di Amerika Serikat. Ia mengkhususkan dirinya di bidang politik, dan kini menjadi salah satu pemimpin muda Indonesia yang visioner dan dipercaya banyak kalangan. Majalah AS, Foreign Policy, menobatkan Anies sebagai 100 intelektual paling berpengaruh di dunia pada Mei 2008 lalu.

Tidak berhenti di situ,  World Economic Forum melihat Anies sebagai Pemimpin Global Muda pada 2009. Pada bulan April 2010, majalah Jepang, Foresight, membuat laporan khusus tentang 20 orang yang paling potensial di dunia untuk membuat perubahan di 20 tahun mendatang. Nama Anies, bersama Vladimir Putin (Presiden Russia) dan Hugo Chavez (Presiden Venezuela), masuk ke dalam laporan itu.

Pada 2009 lalu, Anies menjadi moderator debat presiden pertama di Indonesia yang disiarkan di berbagai televisi nasional pada waktu itu. Sekitar 100 juta orang menyaksikan debat itu. Anies juga berperan penting sebagai juru bicara Tim Delapan yang mencoba menjernihkan berbagai fakta terkait tuduhan terhadap dua anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di Indonesia.

Anies adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Sarjana), Master dalam bidang Kebijakan Publik dari University of Maryland, School of Public Policy, AS, dan Doktor Filsafat dari Northern Illinois University, AS. Ia memiliki pandangan politik yang amat terbuka. Di dalam beberapa wawancara, Anies menekankan pentingnya pembentukan integritas di dalam diri setiap orang. Ia juga memiliki perhatian yang amat besar dalam bidang pendidikan.

Anas dan Anies

Bagi Anas, politik adalah soal membangun tata kelola hidup bersama yang bersih dan demokratis. Namun, ia gagal mewujudkan itu, dan justru terlibat cukup dalam beberapa kasus korupsi. Apa yang ia pernah tulis dan katakan tentang budaya politik yang bersih dan demokratis itu tampak hanya menjadi buih-buih mulut semata. Pesona kenikmatan kekuasaan dan uang telah menjeratnya, dan melenyapkan idealisme politik yang dulunya tertanam di dalam dirinya.

Bagi Anies, sebagai pribadi, kita perlu untuk kokoh dalam pegangan nilai, dan memiliki integritas pribadi yang jelas. Jika kita sudah kokoh, maka kita akan siap ditempatkan untuk apapun. Ia tidak terlibat langsung ke dalam dunia politik, melainkan memilih untuk masuk dalam di bidang pendidikan. Baginya, pendidikan adalah upaya untuk membuat orang memiliki integritas diri yang kuat, sehingga siap menghadapi tantangan kehidupan, apapun bentuknya.

Keduanya berawal dari idealisme yang sama, namun menempuh jalan yang berbeda. Yang satu terpesona oleh uang dan kekuasaan, dan terjebak dalam korupsi. Yang lain masih tetap teguh berkarya untuk membantu mengembangkan bangsa dengan kemampuan yang ia punya. Keduanya adalah “model” bagi orang-orang muda yang hendak memajukan bangsanya, baik di bidang politik, maupun di bidang lainnya. Manakah yang kiranya akan menjadi model anda?

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

6 tanggapan untuk “Kisah Anas dan Anies”

  1. saya tidak memilih menjadi siapa2, tidak mau menjadi Anas atau Anies karena mau bekerja di bidang apapun itu, mau di bidang politik, sosial,budaya,pendidikan dsb,semuanya memiliki kesempatan atau celah untuk melakukan hal yang tidak baik seperti korupsi, penggelapan dana pemerintah dsb. ada berapa banyak kepala sekolah menyalahgunakan dana BOS demi kepentingan sendiri. sama saja bukan???? bagi saya Integritas yang kuat juga belum cukup tanpa ada faktor2 pendukung lain di dalamnya seperti pola pikiran dan wawasan yang luas, karakter yang baik, tegas dsb. mampu menjadi diri sendiri dan berkarya di bidang dimana kita mampu berkarya dan memajukan Indonesia bagi saya itu sudah bagus sekali. karena saya percaya setiap orang pada awalnya memiliki tujuan yang baik tetapi seiring berjalannya waktu tujuan awal itu berubah dan bergeser menjadi tujuan untuk memperkaya diri. karena susahnya pak orang Indonesia itu cuma mampu melihat orang dari luarnya saja…kalau kelihatan sederhana tidak dihargai….hehehe…lebih percaya kepada orang yang berdasi dan bermulut manis…

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Reza A.A Wattimena

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.