Kabar Baik untuk Indonesia

wordpress.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik di Unika Widya Mandala Surabaya

Kemenangan Jokowi dan Ahok di Pilkada putaran pertama di Jakarta beberapa hari lalu menandakan satu hal, bahwa kita mulai cerdas di dalam memilih para pemimpin republik ini. Kita bukan lagi “kambing” yang bisa dibuai oleh iklan dan uang, supaya memilih orang-orang yang salah. Konsep otonomi publik dan otonomi privat, dimana setiap orang dan setiap komunitas memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri secara rasional, mulai bertumbuh di republik yang telah tercabik oleh totalitarisme militer selama lebih dari 30 tahun ini.

Politik Identitas

Di sisi lain, ada kabar baik. Politik identitas, yang telah lama mewarnai panggung politik Indonesia, pun mulai luntur. Identitas-identitas primordial, seperti suku, ras, agama, memang masih memainkan peranan penting dalam politik, terutama dalam soal pemilihan umum, namun pengaruhnya kini mulai terkikis. Di dalam wacana Kajian Budaya, politik identitas adalah bentuk politik yang menggunakan identitas-identitas kuno, seperti suku, ras, dan agama, di dalam gerak pembuatan sekaligus penerapan kebijakan-kebijakan publiknya. Bentuk politik semacam ini adalah musuh utama bagi demokrasi, dan kini bangsa Indonesia mulai bergerak melampauinya.

Apa yang salah dengan politik identitas? Dalam filsafat politik, politik identitas menyatukan yang serupa, dan memisahkan yang berbeda. Di dalam masyarakat homogen, seperti masyarakat purba, politik identitas bisa menjadi bentuk politik yang baik untuk menata kehidupan bersama. Namun, di dalam masyarakat demokratis, dimana perbedaan suku, ras, dan agama adalah bagian dari keseharian setiap orang, politik identitas justru memecah, dan menciptakan konflik-konflik sosial yang tidak perlu.   

Sahabat berpisah, karena perbedaan suku, ras, dan agama. Keluarga terpecah, karena cinta mengikat dua orang yang berbeda, namun menimbulkan guncangan kultural bagi keluarga kedua belah pihak. Penerapan politik identitas, yakni politik yang berpijak melulu pada kesamaan suku, ras, dan agama, adalah racun utama penghancur masyarakat demokratis. Berita baiknya adalah, kini, di Indonesia, politik identitas mulai disadari, dan ditinggalkan.

Kesadaran Baru

Orang mulai sadar, bahwa kesatuan yang diciptakan oleh politik identitas, pada dasarnya, adalah sesuatu yang rapuh. Kesatuan berdasarkan pada kesamaan identitas primordial adalah kesatuan yang semu, yakni seolah-seolah satu dan utuh, namun fragmen tetap tersembunyi di dalamnya, dan siap merobek tatanan yang ada. Politik identitas bukanlah jalan untuk menuju kesatuan dan kestabilan politik, melainkan sebaliknya, yakni jalan untuk memisahkan sahabat dan keluarga, serta memecah belah masyarakat.

Di Indonesia, orang mulai sadar, bahwa kebaikan tidak selalu sama dengan kesamaan identitas. Kebaikan dan keutamaan jiwa bisa ditemukan di orang-orang yang berbeda suku, ras, maupun agama. Kebaikan dan keutamaan jiwa adalah sesuatu yang universal, yang bergerak melampaui semua bentuk identitas primordial yang seringkali memenjara manusia. Semoga kesadaran ini tidak hanya luapan politis sementara, melainkan sungguh mencerminkan perkembangan mentalitas kita sebagai bangsa yang hendak mencapai keadilan serta kemakmuran dengan cara-cara yang demokratis.

Gerak melampaui politik identitas ini juga merupakan tanda, bahwa budaya demokrasi mulai tumbuh, dan tersebar di republik ini. Sudah lama kita mendapatkan kritik, bahwa di Indonesia, sistemnya memang sudah demokratis, dengan pemilu dan perwakilan rakyatnya, namun budayanya masih feodal, yakni masih terpesona dengan gelar dan uang, sehingga mengaburkan penilaian tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Kritik ini memang benar dan tajam, namun mulai kehilangan pijakan realitasnya sekarang ini. Budaya demokrasi, perlahan namun pasti, mulai berkembangan untuk mengimbangi sistem politik demokratis yang telah ada.

Ini adalah alasan untuk optimis, bahwa kehidupan politik kita mulai mengarah ke tempat yang seharusnya, yakni yang melampaui semua bentuk identitas primordial maupun feodalisme, serta mengarahkan kita untuk menjadi bangsa yang cerdas, adil, dan makmur. Ini adalah kabar baik yang patut kita syukuri bersama, dan terus diusahakan untuk berkembang merata ke berbagai penjuru tanah air. Di dalam pilpres 2014 nanti, kita pastikan bersama sebagai bangsa, bahwa yang memiliki keutamaan dan kekuatan jiwalah yang nantinya akan memimpin kita, bukan segerombolan orang yang menggunakan identitas-identitas primordial untuk merampok dan memperkaya golongannya sendiri.

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

6 tanggapan untuk “Kabar Baik untuk Indonesia”

  1. semoga dengan terpilihnya mereka, mereka bisa jadi contoh yang baik dan bisa merubah indonesia khususnya kota Jakarta…..

    Suka

  2. amin pak! saya berharap juga demikian. oh ya saya mohon tanya, kalau bapak berangkat sekolah di Jerman apa website ini tetap berlanjut?

    Suka

  3. good!~tulisan bapak hiburan saya kalau nganggur…saya belum selesai baca bukunya Kevin Robinson tentang pendidikan yang bapak kasih ke saya soft copynya…tapi keren abiss buku itu pak….pendidikan kayak begitu yang memang saya inginkan di Indonesia…supaya Indonesia ini ada perubahan ke arah yang baiklah.

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Lenny

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.