Thomas Aquinas tentang Hasrat Manusia

http://api.ning.com

Catatan Singkat tentang Hasrat dan Emosi Manusia

Oleh Reza A.A Wattimena

Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Manusia adalah mahluk yang terdiri dari banyak aspek. Salah satu aspek yang paling menentukan adalah hasrat. Hasrat menampakkan dirinya dalam emosi manusia. Kedua hal ini, yakni hasrat dan emosi, menurut Thomas Aquinas, filsuf Eropa Abad Pertengahan, pada dasarnya adalah sesuatu yang baik. Keduanya ada dalam diri manusia secara alamiah, dan membantu manusia untuk mencapai kebaikan.

Hasrat dan Emosi Manusia

Thomas Aquinas berpendapat, bahwa ada dua macam hasrat. Yang pertama adalah hasrat-hasrat fisik manusia, seperti hasrat untuk makan, seks, dan dorongan-dorongan fisik lainnya. Yang kedua adalah hasrat-hasrat yang bersifat intelektual, seperti hasrat untuk belajar, untuk ingin tahu, dan berbagai kegiatan intelektual lainnya. Semuanya ada secara alamiah di dalam diri manusia, dan secara mendasar, semuanya adalah baik.

Di dalam hidup manusia, emosi dan akal adalah dua aspek yang berbeda, namun selalu bekerja sama. Ketika manusia melihat sesuatu, dan menginginkan atau menolaknya, emosi dan akalnya secara otomatis bekerja sama untuk menghasilkan pengetahuan dan penilaian. Misalnya, ketika kita melihat makanan yang enak, dan menginginkannya, emosi dan akal sudah langsung bekerja di dalam diri kita untuk membuat keputusan, tentang apa yang akan dilakukan dengan makanan itu.

Dalam konteks ini, yang perlu kita pelajari sebagai manusia adalah, bagaimana cara untuk menata hasrat serta dorongan-dorongan yang muncul di dalam diri kita? Aquinas menawarkan konsep “bekerja dengan emosi”, yang berarti belajar untuk menata hasrat dan emosi di dalam diri, serta mengarahkannya untuk membantu kita menjadi manusia yang baik. Saran praktisnya adalah, supaya kita, sebagai manusia, belajar untuk berpikir secara tepat. Jadi, cara terbaik untuk menata hasrat dan emosi adalah dengan berpikir secara tepat.

Melatih Pikiran

Di dalam setiap peristiwa, pikiran kita menciptakan penilaian, apakah suatu peristiwa itu baik, atau buruk. Dalam konteks ini, pikiran haruslah dilatih untuk melakukan penilaian yang tepat dan seimbang atas suatu peristiwa. Melatih pikiran berarti juga melatih hasrat, karena pikiran dan hasrat, walaupun berbeda, tetaplah selalu bekerja sama dalam setiap aktivitas berpikir maupun merasa manusia.

Pikiran harus dilatih. Pikiran yang terlatih akan menghasilkan penilaian yang tepat. Penilaian yang tepat akan membuat hasrat dan emosi kita juga bereaksi dengan tepat. Ini semua perlu untuk menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan, dan menjadi bagian utuh dari diri kita sebagai manusia.

Bagaimana cara melatih pikiran, sekaligus melatih hasrat dan emosi dalam diri kita? Langkah pertama, menurut Thomas Aquinas, adalah dengan mendengar emosi di dalam diri kita. Ketika kita marah atau sedih, kita perlu diam sejenak, mengambil jarak, dan mendengar apa yang hendak dikatakan oleh emosi ataupun hasrat yang menggelegak di dalam diri kita.

Setelah mendengarkan, Aquinas menyarankan, supaya kita mempertimbangkan semua emosi yang kita rasakan dengan akal budi yang kita miliki. Yang perlu diingat adalah, bahwa emosi dan hasrat manusia tidak selalu bisa dipercaya. Maka kita perlu berpikir, apakah emosi dan hasrat yang kita rasakan itu sungguh bisa dibenarkan, atau justru harus segera dihilangkan? Sebelum manusia sampai pada keutamaan diri, maka emosi dan hasrat yang ia punya harus terus dimurnikan dengan akal budi.

Hasrat dan Keutamaan

Jika manusia sudah memiliki keutamaan diri, yakni kebaikan-kebaikan diri yang menjadi ciri khas manusia, seperti kejujuran, keberanian, kerendahan hati, dan keadilan, maka hasrat dan emosi yang ia rasakan justru akan membawa dirinya pada kebaikan yang lebih tinggi. Ada saatnya kesedihan, sebagai sebuah emosi, adalah sesuatu yang baik, terutama saat kematian saudara atau sahabat. Begitu pula kemarahan adalah suatu emosi yang tepat, terutama ketika terjadi ketidakadilan.

Kata orang, semakin orang baik, semakin hatinya tenang. Ia tidak merasakan gejolak hasrat dan emosi lagi di dalam dirinya. Pandangan ini, menurut Aquinas, tidaklah tepat. Justru sebaliknya, semakin orang tumbuh dalam kebaikan, maka semakin ia merasakan hasrat dan emosi untuk berbuat baik, marah ketika melihat ketidakadilan, dan sedih, karena kematian saudara atau sahabat.

Emosi, hasrat, dan dan pikiran adalah tiga komponen yang bisa mengarahkan manusia pada kebaikan. Namun, ia harus menggunakan pikirannya untuk mempertimbangkan emosi dan hasratnya. Ia harus belajar untuk melatih pikiran, dan, dengan demikian, juga melatih emosi dan hasratnya, sehingga perlahan tapi pasti bisa menjadi manusia yang baik, yang berkeutamaan. Inilah inti pemikiran Thomas Aquinas tentang hasrat dan emosi manusia. ***

Diinspirasikan dari diskusi bersama Nicholas Lombardo di UNIKA Widya Mandala Surabaya, 16 Mei 2012. Ia adalah penulis buku The Logic of Desire: Aquinas Approach.

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

9 tanggapan untuk “Thomas Aquinas tentang Hasrat Manusia”

  1. berarti kalau orang sudah terbiasa melakukan kejahatan, apakah tidak bisa berubah menjadi baik? karena hasratnya dia sudah terbentuk untuk membawa dia kesana, karena pikiran dia sudah terprogram untuk melakukan kejahatan.

    karena terkadang orang melakukan kejahatan tanpa ada pertimbangan atau pikiran panjang, tapi yg ada karena kebutuhan. gimana menurut bapak?

    Suka

  2. Menurut Thomas, pikiran tetap bisa digunakan untuk mengontrol hasrat, terutama hasrat untuk melakukan kejahatan. Pilihannya adalah, orang mau berpikir, atau tidak. Menurut saya, yang bisa kita lakukan adalah membangun masyarakat dengan kultur berpikir yang dalam dan panjang, sehingga kejahatan bisa dikurangi melalui intervensi pendidikan yang tepat. Filsafat politik bisa dipakai untuk merumuskan model sekaligus cara-cara yang bisa dipakai untuk menciptakan masyarakat semacam itu. Menurut anda bagaimana?

    Suka

  3. menurut saya kok susah dan mustahil untuk diterapkan ya pak. tapi masih ada kemungkinan bisa saja tapi butuh proses yg lama. karena kebanyakan orang tdk mau berpikir dalam dan panjang sebelum dia melakukan sesuatu. sekarang saja semua orang mau yg instan. mereka rela diperbudak kejahatan dan otaknya sudah tumpul untuk diajak kompromi berpikir. hasratnya sudah membawa dia untuk melakukan kejahatan. karena mereka menikmati yg namanya kejahatan itu. di dunia pendidikan pun buat saya sekarang ini ada kejahatan yg terselubung,yaitu mematikan hasrat. hasrat untuk berpikir, berpendapat, berbuat sesuatu, membela sesuatu yg benar dan melakukan hal2 yg positif sesuai dengan hati nurani kita.

    Suka

  4. Sulit, tetapi mungkin. Kita perlu melatih akal budi kita, supaya kita bisa mengontrol hasrat2 liar yang ada di dalam diri kita. Di Indonesia, proses melatih akal budi ini nyaris tak pernah terjadi. Kita tersilaukan oleh sisi irasionalitas dalam agama, dan konsumtivisme gila2an.

    Suka

  5. ya benar juga, sulit tetapi mungkin. seandainya di Indonesia ini mereka menjadi orang yang agamis tapi rasionalistis mungkin akan lebih baik. sekalipun agama juga tidak menjamin hal tersebut.

    Suka

  6. Setuju banget jika manusia memiliki hasrat, emosi n pikiran — Pak Thomas yang terpengaruh Pak Teles (Aristoteles) –itulah makluk hidup yg disebut MANUSIA dalam proses menjadi MANUSIA seUTUHnya oleh PENGGERAK YANG ‘TAK BER GERAK — dalam kenyataannya ada yang tetap tidak menjadi manusia alias MONYET alias KERA jika terjadi DISHARMONIK diantara hasrat, emosi n pikiran.

    Suka

  7. Penggerak yang tak digerakkan, atau penggerak pertama. Om Teles juga bilang, bahwa manusia tetap binatang (dengan segala kekacauannya), walaupun memiliki akal budi (rational animal)…

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.