Pendidikan Reflektif untuk Indonesia

pixzii.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Tujuan tertinggi hidup manusia adalah mencapai kebijaksanaan. Di dalam kebijaksanaan orang juga bisa mendapatkan kebahagiaan. Namun perlu diingat bahwa satu-satunya jalan mencapai kebijaksanaan dan kebahagiaan adalah dengan belajar seumur hidup, tanpa kenal lelah. Orang perlu menjadi mahluk pembelajar, supaya ia bisa mencecap kebahagiaan dan kebijaksanaan di dalam hidupnya.

Namun belajar pun ada banyak macamnya. Yang seringkali kita temukan adalah pola belajar menghafal, lalu menuangkan semua yang ada ke dalam ujian yang ada. Banyak ahli pendidikan yang sudah mengritik habis pola ini, namun percuma, karena pola itu tetap berjalan. Pola belajar semacam ini tidak hanya sia-sia, tetapi justru memperbodoh, dan membuat peserta didik menjadi robot-robot yang miskin kreativitas.

Yang kita perlukan adalah pedagogi pendidikan reflektif. Pedagogi ini tepat berkebalikan dengan pola menghafal. Yang diutamakan bukanlah banyaknya informasi, tetapi sedalam apakah informasi yang telah ada dianalisis dan dimaknai untuk sampai pada nilai-nilai luhur kehidupan. Inilah jalan yang perlu ditempuh, supaya pendidikan bisa membawa peserta didik menuju pada kebijaksanaan.

Pengalaman

Langkah pertama di dalam pedagogi reflektif adalah memperoleh pengalaman. Pengalaman adalah bahan mentah untuk proses analisis dan refleksi kehidupan. Tanpa pengalaman orang tak punya bahan untuk dianalisis maupun direfleksikan. Tanpa pengalaman hidupnya akan steril, dan semakin jauh dari kebijaksanaan.

Pengalaman bisa dua macam, yakni pengalaman langsung dan tidak langsung. Pengalaman langsung lahir dari peristiwa yang dialami langsung. Sementara pengalaman tidak langsung lahir dari mendengar atau membaca kisah orang lain. Keduanya amat berharga sebagai bahan mentah untuk proses analisis dan refleksi atas kehidupan.

Pengalaman juga tidak harus pengalaman yang besar. Pengalaman sehari-hari seperti berjumpa dengan teman pun bisa menjadi bahan analisis maupun refleksi yang mendalam. Yang diperlukan adalah kepekaan hati di dalam melihat serta mengalami beragam peristiwa yang ada. Hanya dengan begitu orang memiliki cukup “bahan mentah” untuk menjadi bijaksana.

Penting juga dicatat bahwa banyaknya pengalaman sama sekali bukan jaminan, bahwa orang itu bijaksana. Pengalaman yang berlimpah ruah, namun tak disertai proses analisis dan refleksi yang mendalam, tidak akan pernah berbuah menjadi butir-butir yang mengarahkan orang untuk menjadi bijaksana. Ia akan menjadi old fool, atau bahkan busy fool. Sebaliknya orang yang sedikit pengalaman, namun rajin melakukan analisis dan refleksi yang mendalam, akan lebih dekat ke arah kebijaksanaan, walaupun usianya mungkin saja masih muda.

Analisis

Langkah kedua adalah melakukan analisis atas pengalaman yang ada. Di dalam analisis orang diminta untuk mengajukan pertanyaan yang amat penting, yakni “mengapa” pengalaman tersebut terjadi pada saya? Dan mengapa pengalaman itu bisa ada? Pertanyaan “mengapa” adalah pertanyaan penelitian yang paling menarik, penting, sekaligus sulit untuk dijawab.

Misalnya orang memiliki pengalaman berjalan di pemukiman kumuh di tengah kota. Pada level analisis ia bisa mengajukan pertanyaan berikut, “Mengapa pemukiman kumuh ini bisa ada di tengah-tengah kota?” Pada level analisis peserta didik diajak untuk berpikir secara ilmiah menanggapi beragam fenomena kehidupan yang ada. Ia juga diajak untuk melihat gambaran besar dari berbagai peristiwa yang dialaminya.

Pada level analisis untuk bisa menjawab pertanyaan “mengapa”, orang perlu membaca dan berdiskusi secukupnya. Ia perlu mendapat masukan, guna bisa menganalisis secara tajam apa yang dialaminya. Hasil dari analisis adalah kesadaran diri yang bisa menuntun orang untuk semakin bijak bersikap di dalam hidupnya. Ia bisa menempatkan diri dengan pas di tengah berbagai fenomena kehidupan yang mengelilinginya.

Refleksi

Langkah ketiga adalah langkah yang terpenting, yakni proses refleksi diri. Pada langkah analisis orang masih menggunakan kekuatan intelektual untuk memahami gejala yang dialami. Ia menjadi seorang ilmuwan yang hendak berusaha memahami alam, natural maupun sosial, yang memang penuh teka teki. Namun pada level refleksi, pertanyaan berubah dari “mengapa” menjadi “apa makna peristiwa ini bagi perkembangan pribadi saya sebagai manusia?”

Pertanyaan tentang makna mengajak orang untuk mendalami pengalaman hidupnya. Pengalaman tidak lagi tinggal menjadi pengalaman, tetapi berubah menjadi nilai-nilai hidup yang menggerakan dirinya untuk menjadi semakin bijaksana. Ia mengalami perubahan hati dan pikiran di dalam hidupnya. Ia menjadi manusia baru yang juga melihat dunia dengan cara yang baru.

Proses refleksi adalah jantung hati pendidikan. Di dalam proses refleksi, pengalaman dan informasi yang diperoleh diubah menjadi nilai-nilai kehidupan yang menggerakan hati, pikiran, dan tindakan. Di dalam proses refleksi, seluruh proses pendidikan berubah menjadi proses yang penuh inspirasi dan kebijaksanaan. Kepekaan hati bertambah, daya analisis meningkat tajam, dan proses pembuatan keputusan menjadi jauh lebih tercerahkan. Itulah buah-buah proses refleksi di dalam pendidikan.

Aksi/Kreasi

Refleksi akan mendorong orang untuk berubah dalam hidupnya. Ia akan memiliki perilaku baru yang sebelumnya tak ada. Proses refleksi yang amat dalam akan mengubah orang sampai ke hatinya. Ia akan menjadi manusia baru yang lebih bijaksana.

Refleksi akan mendorong aksi. Aksi bisa berupa macam-macam hal, mulai dari perubahan hati, sampai proses kreasi. Ia akan mencipta sesuatu sebagai ekspresi dari kedalaman refleksi diri. Hasil ciptaannya biasanya terkait dengan profesinya, atau kemampuan yang tertanam di dalam dirinya.

Seorang guru yang melakukan proses refleksi secara mendalam akan mengajar dengan penuh hati dan cinta. Ia akan mengembangkan metode mengajar yang paling pas untuk anak didiknya. Ia akan menjadi guru yang inspiratif sekaligus teladan bagi kehidupan anak didinya.

Seorang dokter yang melakukan proses refleksi yang mendalam akan membantu orang di dalam sakitnya dengan hati, perhatian, serta pengetahuannya. Ia akan melayani dengan cinta, dan menghindari diskriminasi di dalam prakteknya. Ia tidak akan memeras uang dari orang yang tengah menderita. Ia tidak hanya menyembuhkan tubuh yang luka, tetapi juga menyembuhkan hati yang merindukan harapan.

Refleksi akan mendorong lahirnya tindakan. Tindakan akan menciptakan pengalaman. Pengalaman itu kemudian dianalisis, direfleksikan, dan akan melahirkan tindakan mencipta yang baru. Tindakan mencipta akan melahirkan pengalaman, dan begitu seterusnya. Inilah proses belajar reflektif yang perlu diterapkan di Indonesia.

Untuk Indonesia

Mengapa pola pendidikan reflektif ini amat penting untuk Indonesia? Saya setidaknya melihat tiga alasan utama. Pertama, pola pendidikan reflektif adalah pendidikan yang sesungguhnya. Pola ini tidak hanya mengedepankan aspek intelektual-menghafal semata, tetapi juga menghidupi, serta mengolah apa yang dipelajari menjadi nilai-nilai hidup yang utama. Pola ini membuat para peserta didik mengalami perubahan berpikir secara mendasar di dalam hidupnya.

Dua, dengan pola pendidikan reflektif, peserta didik tidak hanya diajarkan untuk menjadi pelayan dunia bisnis dan industri, seperti yang sekarang ini banyak terjadi di berbagai institusi pendidikan di Indonesia, tetapi juga menjadi manusia dalam arti yang seutuhnya. Ia dididik untuk menjadi well rounded person, yakni pribadi yang memiliki karakter kuat di dalam hidupnya, dan terampil di dalam profesinya.

Semua ini terjadi karena proses pendidikan dilakukan dengan pola analisis dan refleksi yang terus menerus, sampai peserta didik mampu melangkah untuk semakin bijak dalam hidupnya. Peserta didik bukanlah “tukang” yang hanya bekerja tanpa kreativitas dan cinta. Ia menjadi manusia yang bekerja dengan penuh cinta, hasrat, serta kreativitas yang berkobar-kobar untuk mengembangkan diri dan komunitasnya.

Jika setiap orang di Indonesia menerapkan pola belajar reflektif ini di dalam hidupnya, dan setiap institusi pendidikan menerapkan pedagogi reflektif di dalam kegiatan belajar mengajarnya, maka bangsa Indonesia telah berada di jalan yang benar untuk menjadi bangsa yang maju secara ilmu, teknologi, ekonomi, dan besar secara moral maupun hati nurani. Jadi tunggu apa lagi?***

Penulis adalah Pengajar di Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala, Surabaya

           

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

4 tanggapan untuk “Pendidikan Reflektif untuk Indonesia”

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.