Apakah Institusi Pendidikan adalah “Budak” dari Bisnis dan Industri?

marxist.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Haruskah pendidikan tunduk pada dunia kerja? Haruskah pendidikan mengubah kurikulumnya sesuai dengan tuntutan bisnis dan industri semata? Itulah pertanyaan yang mesti kita jawab sekarang.

Sekolah dan perguruan tinggi berlomba mengubah kurikulum, supaya sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Berbagai hal praktis yang harusnya bisa dipelajari sendiri juga dimasukan ke dalam kurikulum untuk menarik siswa. Dunia bisnis dan industri pun meminta sekolah dan perguruan tinggi untuk melakukan ini. Bahkan mereka bersedia melakukan investasi.

Sekilas kita melihat adanya penyempitan tujuan pendidikan hanya semata sebagai pemenuh lapangan kerja saja. Namun saya tidak melihat adanya penyempitan semacam itu di dalamnya. Sebaliknya yang justru terjadi adalah dunia kerja semakin membutuhkan manusia yang memiliki kualitas unggul, yang sesungguhnya amat sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada. Maka yang perlu dilakukan bukanlah mengubah kurikulum menjadi semakin dangkal (semakin teknis dan praktis semata), tetapi justru meradikalkan kurikulum yang ada, supaya semakin setia dan dekat dengan tujuan pendidikan sejati yang telah ada.

Tujuan Pendidikan

Untuk merefleksikan masalah ini, saya rasa kita kembali harus ingat, apa tujuan dasar dari diselenggarakannya pendidikan. Untuk ini saya menyebutnya sebagai tiga P, yakni Pembebasan, Pendewasaan, dan Penyadaran. Saya mendapatkan ide ini mayoritas dari pemikiran Paulo Freire, seorang filsuf Amerika Selatan yang pemikirannya, menurut saya, amat mengagumkan.

P pertama adalah pembebasan, yakni usaha institusi pendidikan untuk melepaskan anak didik dari kebodohan dan kemiskinan. Anak jadi memahami pengetahuan dasar, dan tidak diperbodoh oleh lingkungan. Anak juga bisa mengatur dirinya sendiri, memiliki ketrampilan, sehingga bisa hidup dan bekerja secara maksimal, serta lepas dari jaring-jaring kemiskinan.

P yang kedua adalah pendewasaan, yakni usaha institusi pendidikan untuk membuat anak didik mampu berpikir rasional di dalam hidupnya, dan bertanggung jawab atas semua tindakannya. Berpikir rasional berarti anak didik untuk diajak melakukan analisis dari semua pengalaman maupun masalah yang dihadapinya. Bertanggung jawab berarti ia berani mengaku salah, bila ternyata ia berbuat salah dalam hidupnya.

P yang ketiga adalah penyadaran, yakni usaha untuk membawa anak didik sadar akan posisinya di dalam masyarakat, dan apa yang bisa sungguh diperbuatnya untuk menciptakan keadaan yang lebih baik bagi semua. Anak didik diminta untuk peka pada situasi sekitarnya. Ia diajak untuk bisa menempatkan diri secara tepat di dalam komunitasnya.

Inilah tiga P yang merupakan tujuan dari pendidikan. Yang kita perlukan adalah radikalisasi pendidikan untuk mewujudkan ketiga P tersebut. Yang harus kita hindari adalah pendangkalan kurikulum pendidikan menjadi teknis dan praktis semata. Hanya dengan begitu pendidikan bisa menyediakan tenaga kerja yang bermutu bagi industri dan bisnis, sekaligus mampu membentuk anak didik menjadi manusia yang seutuhnya.

Apa yang Dibutuhkan Dunia Kerja?

            Dunia bisnis dan industri sekarang ini membutuhkan orang-orang yang berkualitas untuk mengembangkan sayapnya. Salah satu kualitas yang amat dibutuhkan adalah kemampuan untuk bekerja sama.

Dengan fokus pada tiga P, sebagaimana saya jelaskan sebelumnya, anak didik akan terbebaskan dari kebodohan, terampil bekerja, mampu bernalar secara baik di dalam menghadapi masalah-masalah yang ada, bertanggung jawab pada keputusan maupun tindakannya, serta peka pada komunitas tempat kerjanya. Ia pun bisa bekerja sama dengan baik dengan kolega maupun atasannya.

Sekali lagi; yang kita perlukan adalah radikalisasi kurikulum di dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang ada (pembebasan, pendewasaan, dan penyadaran), dan bukan pendangkalan kurikulum yang hanya mengajarkan hal-hal teknis dan praktis semata.

Kualitas kedua yang amat penting di dalam dunia kerja adalah kemampuan untuk menerima kritik. Ia perlu untuk mendengar masukan ataupun kritik tajam dari lingkungannya. Hanya dengan begitu ia bisa memperbaiki diri, dan menjadi manusia yang semakin baik di kesempatan berikutnya.

Pendidikan yang berfokus pada tiga P akan mengajak orang untuk terbuka menerima kritik. Ia terbebas dari kebodohan yang seringkali berbentuk arogansi dan sikap tertutup terhadap masukan. Ia akan belajar untuk mengaku salah, ketika ia memang bersalah dalam satu tindakan atau keputusan. Ia akan sadar bahwa ia hidup dalam kebersamaan, maka harus terus peka pada segala yang terjadi di dalam kebersamaan tersebut.

Kualitas ketiga yang amat penting di dalam dunia kerja adalah kemampuan untuk memotivasi diri dan orang lain. Dengan fokus mengembangkan tiga P di dalam pendidikan, anak didik akan menjadi pribadi yang sadar diri, sadar lingkungan, dewasa, dan cerdas, sehingga ia mampu memotivasi dirinya, ketika situasi sulit, dan memotivasi orang lain, ketika itu sedang amat diperlukan.

Kualitas keempat yang diperlukan di dalam dunia kerja adalah kemampuan untuk menciptakan relasi yang mendalam, baik dengan konsumen maupun dengan partner kerja. Ini juga hanya dicapai, jika pendidikan fokus mengembangkan tiga P yang dijabarkan sebelumnya. Relasi yang mendalam membutuhkan kepekaan yang bersifat amat lembut dan manusiawi, bukan ketrampilan teknis dan praktis semata.

Kualitas terakhir yang amat dibutuhkan di dalam dunia kerja adalah kemampuan untuk menelurkan serta menerapkan ide-ide baru yang segar dan bermakna. Ini semua hanya mungkin, jika anak didik tidak hanya diajarkan semata-mata hal teknis dan praktis, tetapi juga filosofis, yang memaksanya untuk berpikir luas, mendalam, kritis, dan dewasa. Maka sekali lagi saya tekankan, kurikulum pendidikan tidak pernah boleh diubah menjadi semakin teknis dan praktis, tetapi justru harus semakin radikal di dalam proses pembebasan, pendewasaan, dan penyadaran, sebagaimana saya jabarkan sebelumnya!

Kembali kepada pertanyaan yang tertulis sebagai judul tulisan ini, apakah pendidikan merupakan “budak” dunia kerja semata? Jawabannya jelas tidak karena keduanya jelas memiliki visi yang sama tentang manusia. Kedua bidang ini membutuhkan orang-orang yang berkualitas, yakni yang terampil dalam bekerja, dewasa di dalam tindakan maupun keputusan, serta peka pada posisi diri di dalam komunitasnya. Maka upaya berbagai institusi pendidikan untuk membuat kurikulum pendidikannya semakin praktis dan teknis adalah salah arah, dan malah merugikan kita semua.

Yang kita perlukan adalah kurikulum yang semakin radikal dalam upaya membebaskan anak didik dari kemiskinan serta kebodohan, mendewasakan di dalam berpikir (rasional) dan bertindak (bertanggung jawab), serta membuatnya sadar akan situasi diri maupun masyarakatnya. Namun pertama-tama para guru dan dosennya harus menghayati terlebih dahulu semangat ini. Karena seringkali masalahnya bukan di anak didik, tetapi di dalam diri para pendidik yang, mungkin saja, belum pantas disebut sebagai pendidik.

Penulis adalah Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

5 tanggapan untuk “Apakah Institusi Pendidikan adalah “Budak” dari Bisnis dan Industri?”

  1. Kenapa ya Za, ketika kita berharap agar pendidikan dan industri bisa link and match, yang terjadi malah pendidikan menjadi lebih ‘industrialis’ daripada industri/bisnis sendiri?

    Suka

  2. hehehe… ak rasa kamu udah tahu jawabannya; itu karena ignorance. Ignorance setidaknya di dua hal, yakni hakekat dan tujuan pendidikan itu sendiri, serta hakekat dan tujuan bisnis. Ketidakpahaman pada hakekat ini membuat para praktisi pendidikan salah arah, ketika membuat kurikulum, atau semua kebijakan yang terkait dengan pendidikan. Sayangnya mereka tidak sadar, bahwa mereka ignorance. Ini membuat semuanya jadi makin kacau.

    Suka

  3. hallo mas reza… saya senang mengikuti tulisan2 anda di blog… saya pemula belajar filsafat… hemat saya akan lebih imbang klo dalam tulisan ini turut mengeluti dunia industri yang mengangkangi dunia pendidikan kita…

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.