
Oleh Reza A.A Wattimena
Namanya ditakuti. Julukannya membuat orang gentar. Dialah diktator. Di alam demokratis diktator adalah sebutan yang diharamkan.
Namun bukankah itu yang kita butuhkan sekarang ini? Di tengah situasi negara lemah, krisis kepemimpinan, dan beragam krisis lainnya, kehadiran diktator yang kompeten justru dirindukan dan diperlukan.
Lemah
Beragam aksi terorisme dan makar belakang ini menunjukkan satu hal, bahwa pemerintah kita lemah. Pemerintah tidak bisa membuat keputusan yang tegas, apalagi melaksanakannya. Beragam perlawanan terhadap otoritas negara hadir tanpa bisa dibendung dengan nyata.
Itulah yang kini terjadi di Indonesia. Pemerintah ada dan berkuasa, namun ia seolah tak ada. Ia seolah tersembunyi di balik ritual upacara kenegaraan, maupun berita di media massa. Ia bernama namun tak bisa dirasa.
Di dalam situasi ini, kehadiran diktator menjadi masuk akal. Di dalam situasi negara lemah, kehadiran diktator yang kompeten dalam memimpin dan menata negara menyuntikan nyawa baru yang menggairahkan. Saya rasa itulah yang kiranya kita perlukan sekarang ini
Pembiaran
Pemerintah kita sering melakukan pembiaran. Beragam kesalahan berlalu tanpa teguran. Pembiaran dilakukan karena pemerintah amat memperhatikan citra. Citra dan reputasi yang kelihatan baik jauh lebih penting dari pada penegakan keadilan.
Itulah yang kini terjadi di Indonesia. Pemerintah sering berpidato yang baik-baik. Namun itu semua tidak dibarengi dengan tindakan yang tegas. Pemerintah terkesan membiarkan. Rakyat pun mengalami kebingungan.
Seorang diktator yang kompeten tidak akan membiarkan pelanggaran terjadi di depan matanya. Seorang diktator yang kompeten tidak hanya memperhatikan citra singkat semata, tetapi juga penciptaan keadilan di masyarakatnya. Dengan terwujudnya keadilan dan kemakmuran, seorang diktator yang kompeten justru bisa melanggengkan posisinya.
Membunuh
Ada kesan pemerintah Indonesia membunuh rakyatnya sendiri. Dengan pembiaran dan kebijakan yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat, pemerintah, secara perlahan namun pasti, membunuh rakyatnya sendiri, seringkali tanpa disadari. Para pimpinan daerah tidak bertujuan untuk mengembangkan daerahnya, tetapi justru untuk mengeruk hartanya, supaya modal pencalonan ia menjadi kepala daerah dulu bisa kembali.
Inilah yang terjadi di Indonesia. Demi memperbesar kantong pribadinya, para kepala daerah menjual lahan daerahnya untuk dirusak, demi keuntungan beberapa perusahaan bisnis semata. Hal yang sama berlaku di level internasional, di mana pemerintah seringkali tak berdaya, ketika mengadakan perjanjian ekonomi maupun politik dengan negara lain.
Seorang diktator yang kompeten akan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Karena dengan begitu kekuasaannya tidak akan digoyang. Seorang diktator yang kompeten tidak akan takut mengadakan perjanjian yang membela kepentingan negaranya, ketika berhadapan dengan negara lain. Seorang diktator yang kompeten amat sadar, bahwa dengan memperhatikan kebaikan masyarakatnya, ia akan terus dicintai, dan tetap berkuasa.
Anti revolusi
Pemerintah yang membiarkan rakyatnya menderita pasti akan roboh. Pemerintah yang membiarkan ketidakadilan terjadi pasti akan berakhir dalam waktu dekat. Pemerintah yang seolah tak punya nyali dalam menegakkan peraturan pasti akan kehilangan dukungan, dan ditinggalkan oleh rakyatnya.
Saya kira inilah yang akan terjadi di Indonesia, jika pemerintah tak berubah. Seorang pemimpin perlu dan harus bersikap keras, ketika ia berada di sisi yang benar. Itulah kualitas utama seorang diktator kompeten. Ia tahu kapan harus bertindak lembut untuk mengayomi rakyatnya, dan kapan harus bertindak keras untuk menegakkan peraturan, dan menjamin keadilan.
Pemerintah yang dipimpin seorang diktator yang kompeten akan menghindarkan kita dari kekacauan. Berbeda dengan pandangan umum, pemerintahan tersebut tidak akan mengalami revolusi, karena rakyatnya mendapatkan kemakmuran dan keadilan.
Yang kita perlukan adalah kehadiran seorang diktator yang kompeten dalam memimpin. Jika ia ada saya yakin kita tidak akan menyebutnya sebagai diktator, tetapi sebagai pemimpin yang biijaksana.***
Penulis adalah Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya
keren kak tulisannya :))
SukaSuka
Ada pendapat soal tulisan ini?
SukaSuka