Oleh: REZA A.A WATTIMENA
Roh dari demokrasi adalah argumentasi. Tanpa argumentasi tidak ada demokrasi. Argumentasi membutuhkan akal budi yang jernih. Tanpanya argumentasi sama saja dengan propaganda dan ucapan tanpa makna.
Akal budi yang jernih terbentuk melalui berfilsafat. Tanpa berfilsafat akal budi jatuh ke dalam pandangan umum yang jauh dari kreativitas. Tanpa berfilsafat akal budi akan kaku bagaikan es beku. Untuk memajukan demokrasi bangsa kita perlu membentuk tradisi pendidikan filsafat yang kokoh.
Roh Filsafat
Demokrasi di Indonesia masih dalam tahap prosedur. Mentalitas demokrasi yang otentik masih belum terbentuk. Kemampuan berargumentasi dan berdebat secara fair masih sekedar harapan tanpa kenyataan. Pembentukan mentalitas demokrasi adalah suatu hal yang mutlak, supaya demokrasi kita berkembang, dan mampu menciptakan keadilan dan kemakmuran yang merata.
Filsafat bisa memberikan sumbangan besar bagi perkembangan mentalitas demokrasi Indonesia. Filsafat pada intinya adalah soal menemukan dan mengembangkan Logos. Ada banyak makna untuk kata itu. Namun yang relevan untuk perkembangan demokrasi adalah logos sebagai akal budi.
Para filsuf awal memisahkan diri dari mitos. Mereka menggunakan akal budi untuk memahami dunia. Mereka juga menggunakan akal budi untuk hidup bersama. Roh dari filsafat adalah penemuan dan pengembangan akal budi di seluruh bidang kehidupan.
Demokrasi jelas membutuhkan tata kelola yang masuk akal. Itu hanya bisa dilakukan, jika warga masyarakat demokratis cukup memiliki logos. Tanpa logos tata kelola hanya menjadi semu. Roh dari demokrasi itu tidak tertangkap, karena masyarakatnya menjauhkan diri dari logos, dan tenggelam di dalam irasionalitas.
Filsafat bisa membantu orang menemukan dan membentuk logos. Oleh karena itu pendidikan filsafat sangat penting untuk perkembangan demokrasi. Sikap logos atau sikap masuk akal menjadi esensial di dalam pengambilan keputusan demokratis. Bangsa tanpa pendidikan filsafat yang kuat tidak akan bisa membentuk mentalitas dan tradisi demokrasi yang otentik.
Pembentukan Pola Pikir
Filsafat membantu orang membentuk pola berpikir. Berpikir adalah tindakan alamiah. Namun orang perlu berlatih untuk beripikir secara kritis, logis, sistematis, dan terbuka. Filsafat menawarkan itu.
Demokrasi jelas membutuhkan orang-orang yang mampu berpikir kritis. Orang-orang itu tidak gampang percaya dengan segala bentuk pernyataan atau peristiwa, tanpa mengujinya secara mendalam terlebih dahulu. Orang-orang itu juga tidak terjebak mengambil kesimpulan yang tidak logis, yang pada akhirnya bermuara pada ketidakadilan. Para pembentuk masyarakat demokratis diminta mampu mengajukan pemikiran dalam bentuk lisan atau tulisan secara komunikatif; dapat dimengerti. Mereka perlu untuk berpikir sistematis.
Warga negara demokratis juga tidak boleh jatuh ke dalam fundamentalisme. Terlalu banyak kaum fundamentalis akan melemahkan masyarakat demokratis. Filsafat bisa mengajak orang berpikir dan bersikap terbuka pada dunia. Dalam konteks ini pendidikan filsafat yang mengajarkan keterbukaan berpikir itu sangat esensial untuk perkembangan demokrasi.
Dialektik
Filsafat mengajarkan orang untuk berpikir dialektik. Artinya orang diajarkan untuk berani mengambil posisi secara kritis dan rasional, kemudian berbeda pendapat dengan orang lain, tanpa jatuh ke dalam konflik yang merusak. Demokrasi adalah soal menjembatani kepentingan. Maka negosiasi dan dialog adalah instrumen utama pencegah konflik.
Dengan memperkuat tradisi pendidikan filsafat, orang bisa mengajukan pemikiran mereka secara jelas dan tegas, serta berdialog secara jujur dan kritis, tanpa perlu menyakiti atau tersakiti oleh perbedaan. Ini adalah mentalitas yang sangat penting untuk terlaksananya demokrasi. Tanpa mentalitas semacam ini, perbedaan kepentingan dan pemikiran bisa ditafsirkan sebagai permusuhan. Jika sudah begitu konflik pun tidak dapat dihindarkan.
Yang harus dilakukan adalah melenyapkan segala bentuk salah paham tentang filsafat. Filsafat itu tidak merusak, melainkan membebaskan kita dari kebodohan yang kita ciptakan sendiri. Filsafat itu hanya menakutkan untuk para pengejar kepentingan diri sejati yang menolak untuk hidup bersama dalam perbedaan. Untuk mereka yang merindukan kehidupan demokrasi yang sehat, yang bisa mengantarkan bangsa kita menuju keadilan dan kemakmuran yang merata, filsafat bagaikan air pemuas dahaga.
Tanpa filsafat argumentasi menjadi lemah. Tanpa argumentasi yang rasional, kritis, dan sistematis, demokrasi menjadi lemah. Tanpa demokrasi pemerintahan menjadi lemah. Jika pemerintahan lemah maka bangsa akan menjadi lemah. Jika sudah begitu kita akan ditinggalkan oleh seluruh dunia.
Pemerintah perlu mengembangkan pendidikan filsafat murni, bukan filsafat yang membenarkan agama atau politik tertentu, ke seluruh Indonesia. Hanya dengan begitu mentalitas demokratis bisa terbentuk. Demokrasi kita tidak perlu lagi aturan yang absurd dan membingungkan. Demokrasi kita membutuhkan sentuhan lembut namun tegas dari filsafat. ***
Gambar dari http://www.intentblog.com/archives/metamorphosis.jpg
Penulis
Reza A.A Wattimena
Pengajar Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya
Sepakat! Hakikat filsafat adalah dialektika kritis, bukan propaganda dan internalisasi perangkat nilai tertentu. Oleh sebab itu filsafat adalah induk semua ilmu, dan juga muara bagi pendalaman semua ilmu. Makanya ada gelar PhD. Sayangnya, buaanyaaak sekali PhD yang tidak menunjukkan roh filsafati dalam dirinya. Akibatnya, tidak terasa yang namanya dialektika kritis yang membebaskan itu.
Langkah praksis untuk ini adalah revolusi pengajaran dalam matakuliah umum, matakuliah filsafat dasar yang ada di semua jurusan, dan semua matakuliah metodologis seperti metode penelitian dan academic writing. Tapi yang lebih urgent lagi adalah penjernihan pendidikan tinggi filsafat, sehingga tidak dicampuradukkan dengan pendidikan dogmatis berdasar ideologi atau perangkat nilai tertentu yang menindas dialektika kritis.
SukaSuka
Ya. saya setuju sekali dengan poin ini. Pendidikan filsafat di Indonesia harus mengalami revolusi, supaya semakin kritis, rasional, dan komunikatif! Hanya itu jalan terbaik untuk menghidupkan kembali roh bangsa kita yang kini semakin lenyap di berbagai bidang.
SukaSuka
Saya melihatnya agak berbeda : ) Itu jalan yang akan mengaktifkan banyak jalan lain, karena sesungguhnya ada lebih dari satu jalan untuk perubahan sistemik. But, it has to starts at some point, and in this particular context, revisiting the essence of philosophy is a compelling corner to start from.
SukaSuka
Yaps. Dan itu jalan yang kiranya ada di dalam jangkauan tangan saya. 🙂
SukaSuka
Reblogged this on ferry paji dasilva and commented:
Filsafat bisa membantu orang menemukan dan membentuk logos. Oleh karena itu pendidikan filsafat sangat penting untuk perkembangan demokrasi. Sikap logos atau sikap masuk akal menjadi esensial di dalam pengambilan keputusan demokratis. Bangsa tanpa pendidikan filsafat yang kuat tidak akan bisa membentuk mentalitas dan tradisi demokrasi yang otentik.
SukaSuka
salam…
SukaSuka
Pak Reza saya sangat setuju dengan bapak, saya sering mengalami kesulitan dlm menganalisa persoalan yg mana sebab atau akibat, seringkali logika saya ibarat telur makan telur, saya membaca buku filsafat tp sy tdk mendapatkan esensinya kr hny menerangkan secara historisnya,
saya mohon berdasarkan pengalaman bpk yg sdh ahli di bidangnya barangkali bs memberikan tips ut sy belajar filsafat agar penalaran saya benar, klo penalaran saya benar mka sikap n tindakn sy juga benar.
kiranya apa saja yg hrs dilakukan pak ? mohon jawabannya pak, ditunggu.
salam Dan terimksh pak
SukaSuka
terima kasih atas pertanyaanya. Coba mulai dengan mengajukan pertanyaan terhadap semua hal yang telah anda yakini sebelumnya. Tunda semua jawaban yang telah anda yakini, dan diberikan oleh masyarakat sebelumnya
SukaSuka