Takut akan Kebebasan

fear

Oleh: Reza A.A Wattimena

Sejarah manusia dimulai dengan perjuangan untuk memperoleh kebebasan. Alam adalah musuh utama bagi para leluhur kita. Segala upaya dilakukan untuk menjadi mandiri terhadap alam. Peradaban pun tercipta.

Peradaban adalah sikap berjarak manusia pada alam. Ia adalah simbol kebebasan. Namun di dalam peradaban, manusia justru terjebak pada kecemasan. Ia menjadi takut akan ketidakpastian yang keluar dari rahim kebebasan.

Kelemahan Jiwa

Manusia-manusia kerdil selalu merindukan kebenaran absolut. Mereka tidak tahan pada ketidakpastian. Obsesi pada kebenaran absolut mengaburkan kerendahatian mereka. Yang lahir dari situ adalah arogansi semu.

Padahal kebenaran itu ada. Namun dia berproses di dalam lika liku sejarah. Kebenaran itu selalu historis. Ia tertanam dalam konteks pergulatan hidup manusia dan dunia.

Kerinduan akan kebenaran absolut merupakan simbol kelemahan jiwa. Jiwa yang lemah selalu mencari fondasi mutlak. Jiwa yang lemah tidak kuat bertahan di tengah badai. Padahal hidup itu sendiri adalah badai. Fondasi adalah kontruksi pikiran manusia yang begitu mudah lenyap diterpa peristiwa.

Yang bijaksana adalah kemampuan membangun fondasi secara cair. Fondasi hidup manusia haruslah fleksibel. Kemampuan hidup secara cair dan fleksibel adalah simbol kekuatan jiwa manusia. Sikap fleksibel membuat manusia mampu bertahan di tengah badai kehidupan yang paling keras sekalipun.

Maka yang dibutuhkan adalah kemampuan menerima dunia apa adanya. Dunia yang penuh ketidakpastian. Dunia yang penuh dengan badai. Dunia yang selalu berubah dan selalu meloloskan diri dari genggaman pikiran dan kepastian.

Tradisi Kebebasan

Manusia juga perlu yakin, bahwa kebebasan akan melahirkan tradisinya sendiri. Kebebasan tidak perlu ditakuti. Ia justru harus dirawat dengan penuh dedikasi dan kesabaran. Kebebasan akan merangkul keragaman, dan membuat peradaban menjadi bersinar.

Hanya orang pengecut dan lemah yang takut pada kebebasan. Hanya kaum medioker-dangkal yang tidak tahan pada badai ketidakpastian. Penghormatan pada kebebasan akan menciptakan kedewasaan. Proses yang ditempuh memang lama. Namun buahnya akan sangat mengagumkan.

Kebebasan akan melahirkan dialektika. Yang perlu dilakukan hanyalah memberi ruang bagi tegangan dan dialektika. Perencanaan harus memberi tempat bagi penyimpangan. Begitu pula pemikiran harus memberi ruang pada anomali.

Sikap menghormati kebebasan adalah bukti kebijaksanaan. Sikap menghormati ketidakpastian adalah tanda kearifan. Sikap cair menghadapi kehidupan adalah tanda kedewasaan. Sikap menjauh dari kemutlakan adalah tanda kerendahan hati.

Mungkin yang diperlukan adalah kebaikan hati, dan bukan kebenaran. Seperti yang ditulis Ayu Utami di dalam novelnya Bilangan Fu, kebenaran itu terlalu berat untuk manusia yang fana ini. Yang cukup bisa kita tanggung adalah kelembutan. Mungkin pada akhirnya kelembutan dan kebaikan hati jauh lebih penting dari pada kebenaran itu sendiri.

Hanya di dalam kelembutan, kebebasan bisa bermukim, dan membentuk tradisinya yang gemerlap. Karena hanya di dalam kelembutanlah, kekuatan yang sejati bisa tampak.***

Penulis

Reza A.A Wattimena

Pengajar Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Gambar dari http://www.freeuni.edu.ge/shortprograms/blog/wp-content/uploads/2008/12/fear.gif

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

4 tanggapan untuk “Takut akan Kebebasan”

  1. sikap opurtunis itu mencari kesempatan di dalam kesempitan. Agak lain yah. Tulisan ini berbicara soal sikap pengecut di dalam hidup, yakni takut akan ketidakpastian dan kebebasan.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.