Filsafat dan Persahabatan

Memahami

Makna Persahabatan

Sebuah Refleksi Filosofis Tentang Persahabatan

Reza A.A Wattimena[1]

Mengapa manusia bersahabat? Apa hakekat atau inti terdalam dari persahabatan yang mewarnai cerita Amir dan Hasan di dalam novel The Kite Runner? Pertanyaan tersebut memang terdengar retoris, namun itulah yang muncul di kepala saya, ketika diminta untuk menuliskan beberapa patah kata mengenai persahabatan. Sejarah filsafat penuh dengan refleksi soal persahabatan. Dan karena psikologi adalah anak kandung filsafat, maka ada baiknya saya memperkenalkan anda dengan sebuah refleksi filsofis tentang persahabatan.

Hakekat Persahabatan

Ijinkan saya memperkenalkan mas Plato, seorang filsuf yang hidup lebih dari 2400 tahun yang lalu. Dapat juga dikatakan Plato adalah filsuf pertama yang membuka percakapan yang sifatnya rasional dan sistematis di dalam sejarah pemikiran manusia. Apa pendapatnya tentang hakekat persahabatan? Coba kita teliti pandangannya.[2]

Di dalam persahabatan terselip sebuah kata dan konsep luhur yang seringkali digunakan, namun sulit sekali untuk dipahami; cinta. Dapat pula dikatakan pendapat Plato tentang persahabatan terkait dengan pendapatnya soal cinta. Apa itu cinta? Menjawab pertanyaan itu Plato memperkenalkan tiga konsep; philia, eros, dan agape.

Secara singkat philia dan eros adalah jenis cinta yang masih berfokus pada kualitas orang yang dicintai. Misalnya saya mencintai kamu, karena kamu ganteng, cantik, pintar, dan sebagainya. Jadi tindak mencinta (termasuk bersahabat) muncul, karena orang yang dicintai memiliki kelebihan tertentu. Eros biasanya terkait dengan cinta yang melibatkan nafsu seksual. Eros dengan mudah ditemukan pada pasangan yang tengah bercinta.

Sementara philia adalah cinta antar saudara, teman, sahabat, rekan kerja, ataupun cinta terhadap orang-orang yang berasal dari bangsa maupun suku yang sama. Persahabatan antara Amir dan Hasan sangat mungkin didasarkan pada philia yang sangat kuat. Cirinya ada dua yakni keduanya mengagumi sosok sahabatnya (Amir ke Hasan, dan Hasan ke Amir), serta keduanya merasa kecewa, terutama ketika menghadapai fakta, bahwa sahabatnya ternyata tidak sesuai dengan persepsi yang mereka bangun masing-masing. Ciri khas philia dan eros adalah, bahwa keduanya hancur, ketika orang yang kita cintai (termasuk sahabat) tidak lagi menjadi seperti yang kita inginkan.

Bagi Plato tingkat cinta tertinggi adalah agape, yakni cinta yang tidak lagi berfokus pada keunggulan ataupun kehebatan orang yang dicintai, melainkan justru ingin mengembangkan orang yang dicintai untuk mempunyai keunggulan yang sebelumnya tidak ada. Dengan kata lain cinta agape adalah cinta yang membangun. Orientasi utama agape bukanlah kepentingan dan kepuasan diri, melainkan kepentingan dan perkembangan orang yang dicintai. Dengan mudah kita menemukan cinta ini pada ibu yang merawat anaknya dengan penuh kasih sayang, dan seorang suami yang dengan setia dan tulus mencintai istri dan anaknya.

Alasan Persahabatan

Dengan filsafatnya tentang cinta (yang memang menjadi dasar kokoh untuk persahabatan), Plato tetap tidak menjawab pertanyaan mengapa manusia bersahabat. Ia menjelaskan hakekat persahabatan, namun tidak menjelaskan alasan mengapa orang bersahabat. Muridnya yang bernama Aristoteleslah yang akan menjawab pertanyaan ini. Uraiannya tentang persahabatan terdapat di dalam bukunya yang legendaris, Nicomachean Ethics.

Menurut Aristoteles ada tiga alasan orang menjalin persahabatan, yakni kenikmatan (hedonic/pleasure), kegunaan (utility), dan keutamaan (arete/virtue). Artinya sederhana saya bersahabat dengan anda, karena anda memberikan saya kenikmatan (pleasure), seperti bisa diajak diskusi, pintar, suka berbagi ilmu, suka mentraktir saya, suka berpetualang bersama (untuk yang suka jalan-jalan), atau suka membelikan saya barang-barang mewah. Alasan lainnya adalah bahwa saya bersahabat dengan anda, karena anda berguna untuk saya. Ketika menjelang ujian anda mau membagikan ilmu dengan diskusi, atau dengan berteman dengan anda, saya memiliki koneksi lebih banyak, serta motif-motif ‘berguna’ lainnya. Dan alasan ketiga adalah, saya bersahabat dengan anda, karena anda adalah orang yang memiliki keutamaan, seperti anda rendah hati, murah hati, sabar, penyayang, dan sebagainya.

Dari pemaparan di atas dapatlah disimpulkan, bahwa bagi Aristoteles persahabatan tidak pernah sungguh-sungguh murni, karena selalu diwarnai motif-motif di balik persahabatan itu. Namun begitu tidak berarti persahabatan lalu menjadi ternoda. Justru di dalam konsep persahabatan sudah selalu terkandung konsep ‘motif’, yakni motif kenikmatan, kegunaan, dan keutamaan. Persahabatan dan motif tidaklah bisa dipisahkan.

The Kite Runner

Persahabatan Amir dan Hasan adalah persahabatan yang didasari oleh cinta. Seperti sudah saya tekankan sebelumnya, dasar dari hubungan mereka adalah philia, yakni cinta yang berorientasi pada persaudaraan. Sekilas philia memang tampak luhur, namun philia juga sangatlah rapuh, karena ketika orang yang dicintai tidak lagi sesuai dengan gambaran kita, maka kita dapat segera meninggalkannya. Akhir dari philia adalah kekecewaan, karena harapan yang tidak menjadi kenyataan. Hal itu dengan jelas dapat terlihat di dalam tragedi yang memisahkan Amir dan Hasan.

Pada hemat saya hubungan Amir dan Hasan adalah hubungan yang mencerminkan ketiga motif yang diutarakan oleh Aristoteles. Amir mengagumi Hasan karena ia memiliki keutamaan (berani, gagah, dan sebagainya). Keduanya mendapatkan keuntungan (kegunaan) dari relasi persahabatan mereka. Akibatnya persahabatan pun membawa kenikmatan (pleasure) bagi keduanya, yakni kenikmatan yang muncul dari rasa kebersamaan dan persaudaraan. Itulah motif-motif yang mendasari persahabatan mereka. Namun dasar itu tetaplah lemah, karena masih melulu didasarkan pada philia.

Saat ini kalian berada di salah satu momen terpenting di dalam hidup kalian, yakni kalian memasuki bangku kuliah untuk menuntut ilmu dan menjadi bijaksana di dalam kehidupan. Kunci sukses terpenting (berdasarkan pemaparan ini) di dalam dunia perkuliahan (dan juga di dalam kehidupan) adalah persahabatan, dan bagaimana mengelola persahabatan itu. Dari Plato kita semua bisa belajar untuk memiliki cinta konstruktif kepada orang yang kita cintai (termasuk sahabat kita), yakni cinta yang membangun dan mengembangkan. Dari Aristoteles kita bisa belajar untuk memiliki cinta yang berkeutamaan, yakni cinta yang mau belajar untuk menjadi orang yang berkeutamaan (rendah hati, jujur, sabar, murah hati, rajin) dari orang yang kita cintai.

Cinta yang membangun (agape), dan cinta yang mau belajar untuk berkeutamaan (virtue), adalah kunci sukses kehidupan. Bentuklah pemikiran seperti ini sedari awal, maka segalanya (termasuk harta, kuasa, dan kebahagiaan sejati) akan ditambahkan kepadamu. Have faith and have hope (yakin dan berharaplah).***


[1] Dosen Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya. Dipresentasikan untuk diskusi informal di Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Surabaya, 2 Oktober 2009

 

[2] Untuk uraian tentang Plato dan Aristoteles, saya mendasarkan diri pada  http://plato.stanford.edu/entries/friendship/ diakses pada 1 Oktober 2009, Pk. 17.24. Tulisan-tulisan lain juga membantu, seperti Annas, J., 1977, “Plato and Aristotle on Friendship and Altruism”, Mind, 86:532–54, Lynch, S., 2005, Philosophy and Friendship, Edinburgh: Edinburgh University Press, Schoeman, F., 1985, “Aristotle on the Good of Friendship”, Australasian Journal of Philosophy, 63:269–82, dan White, R.J., 1999a, “Friendship: Ancient and Modern”, International Philosophical Quarterly, 39:19–34.

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

5 tanggapan untuk “Filsafat dan Persahabatan”

  1. setuju dalam persahabatan ketiga motif itu ga bisa dipisahkan. Untuk memulai persahabatan pasti dimulai dari pleasure dan utility dulu, ga mungkin klo lansung virtue.
    yang juga menarik adalah gimana bisa membentuk cinta agape dalam suatu persabatan sementara dalam persabatan itu sendiri ada motif2 seperti utility dan pleasure yang tidak bisa dipisahkan dari persabatan itu sendiri?

    Suka

  2. Cinta agape dapat dibentuk dengan pembentukan cara berpikir yang tepat tentang makna persahabatan. Cara berpikir yang tepat ini akan menuntun tindakan dan perilaku sehari-hari. Cara berpikir yang bagaimana? Yang terus mengacu pada agape, sehingga agape bisa tertanam di dalam benak, dan mewujud di dalam tindakan.

    Namun utility dan pleasure sebenarnya sudah menjadi motivasi dasar persahabatan. Namun memang tidak sempurna.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.