Filsafat, Terorisme, dan Kebenaran

Filsafat, Terorisme,

dan Pencarian Kebenaran

Reza A.A Wattimena

Apa kaitan antara filsafat, terorisme, dan kebenaran? Pertanyaan itu kiranya patut menjadi perhatian kita bersama, terutama dengan ketakutan dunia internasional, termasuk Indonesia, akan bahaya terorisme itu sendiri, sekaligus sebagai momen refleksi peringatan tragedi 11/9 di Amerika Serikat 8 tahun yang lalu. Bom Kuningan beberapa waktu lalu masih segar diingatan kita. Fakta bahwa ada orang yang bersedia mengorbankan nyawanya untuk memusnahkan nyawa orang lain atas nama pandangan dunia tertentu tampak begitu menakutkan. Terorisme pun menggantung sebagai sebuah kemungkinan yang mengerikan.

Pencarian Kebenaran

Filsafat adalah bentuk upaya manusia untuk memahami seluruh dimensi kehidupannya, termasuk yang terkait dengan Tuhan dan alam semesta, secara rasional dan terbuka, serta mencoba menyentuh prinsip-prinsip terdasar semua dimensi kehidupan tersebut. Dalam arti ini filsafat memiliki peran penjernihan teoritis. Filsafat adalah bagian dari aktivitas manusia untuk memahami dunianya secara rasional dan mendalam.

Namun filsafat tidak hanya berkutat soal teori. Filsafat juga memiliki maksud praktis. Inilah yang disebut sebagai etika. Dengan pemahaman yang bersifat mendalam terkait dengan semua dimensi kehidupan manusia, orang diharapkan mampu bertindak dan membuat keputusan secara bijaksana di dalam kehidupannya. Orang tidak hanya perlu tahu, tetapi ia juga perlu menerapkannya.

Di sisi lain terorisme adalah suatu tindakan menyebar ketakutan dengan menggunakan medium kekerasan. Ada banyak bentuk terorisme, mulai dari sabotase gardu listrik, penyanderaan, bom bunuh diri, penculikan, dan sebagainya. Tindakan teror adalah tindakan yang dikenai pada pihak partikular tertentu, namun dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat luas. Itulah esensi teror.

Tindakan kekerasannya sendiri seringkali tidak dirasakan langsung. Namun ketakutan bahwa saya atau anda akan mengalaminya menciptakan ketakutan tersendiri. Teror adalah ketakutan akan hal-hal yang belum terjadi, namun memiliki kemungkinan akan terjadi. Kemungkinan itulah yang menciptakan teror.

Lalu apa kaitan antara filsafat dan terorisme? Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tujuan filsafat adalah mencapai kebenaran. Asumsinya adalah bahwa kebenaran itu belum ditemukan, namun masih terus diupayakan. Di sisi lain terorisme berpijak pada suatu pemahaman tertentu yang mengklaim kebenarannya sebagai kebenaran mutlak. Artinya dasar dari pemahaman para teroris adalah, bahwa mereka sudah menemukan kebenaran. Semua pandangan yang berbeda dengan pandangan mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan.

Anti-filsafat

Dalam arti ini dapatlah dikatakan, bahwa terorisme, dengan pandangan dunia yang melandasinya, adalah suatu anti-filsafat, terutama filsafat sebagai aktivitas pencarian kebenaran. Filsafat terus berusaha menemukan kebenaran dalam proses. Sementara terorisme yakin secara dogmatis, bahwa mereka sudah sampai pada kebenaran, dan memutuskan untuk memusnahkan pandangan-pandangan yang bertentangan dengannya. Di dalam pencarian kebenaran, filsafat bersifat terbuka, sementara terorisme bersifat tertutup.

Terorisme adalah suatu tindak menyebar ketakutan dengan menggunakan medium kekerasan, sekaligus dilandasi suatu pandangan yang mengklaim kebenaran mutlak. Dalam arti ini terorisme menghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuannya. Tajuk rencana Kompas 12 September lalu mencap terorisme sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Oleh sebab itu terorisme harus dilawan dengan berbagai cara.

Pendekatan kekerasan dengan menggunakan senjata dan militer untuk memusnahkan terorisme terbukti gagal. Maka kita perlu merumuskan suatu pendekatan baru yang lebih bersifat non-kekerasan, namun mengedepankan rasionalitas dan filsafat. Filsafat sebagai pencarian kebenaran yang bersifat terbuka harus menjadi obat bagi terorisme yang bersifat tertutup. Walaupun terorisme adalah anti-filsafat, namun filsafat bisa terbuka untuk memahami dan membongkar kesempitan berpikir para teroris.

Kunci utama untuk membongkar terorisme adalah membongkar kesempitan cara berpikir. Para teroris haruslah disadarkan, bahwa kebenaran mutlak itu sifatnya hanyalah klaim, dan bukan sesuatu yang obyektif. Maka dari itu tindak memusnahkan kelompok-kelompok yang bertentangan dengan klaim itu sangatlah tidak masuk akal. Filsafat dengan kemampuannya untuk membongkar mitos dan memperkenalkan cara berpikir kritis mampu menjadi obat tawar bagi racun dogmatisme yang menjangkiti begitu banyak pemikiran para teroris di seluruh dunia.

Di sisi lain filsafat juga bisa menjadi alat untuk berpikir kritis terhadap pihak-pihak yang menyebabkan timbulnya fenomena terorisme tersebut. Kita semua tahu bahwa terorisme tidak muncul dari kekosongan, melainkan dari ketidakadilan yang menyebabkan penderitaan begitu banyak orang, baik fisik maupun mental. Keberanian untuk melakukan kritik diri, keterbukaan pada pada kebenaran yang ditemukan di dalam proses, serta penggunaan akal budi untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial adalah prinsip-prinsip yang harus juga diterapkan pada para pihak yang menyebabkan munculnya ketidakadilan di level internasional.

Pada akhirnya kebenaran mutlak memang hanyalah klaim. Kita manusia terlempar ke dunia dan harus menelan fakta, bahwa kita adalah mahluk yang sangat terbatas, termasuk dalam pencarian kebenaran.***

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

15 tanggapan untuk “Filsafat, Terorisme, dan Kebenaran”

  1. bgus skli pndngn anda. d bbrp bgian, sy spndpt. ad stu or bbrp hal yg sy brbda. mnrt sy, trrs tdk sll brposisi sbg org yg tlh ‘mnmukn kbnrn’ n brsha mmusnahkn phk2 yg ‘brsbrngn. trrs jg bs brwjd org2 yg sdh th ‘kbnrn’, ttp tdk mau mngambilnya (ntah krn gengsi or yg lainny), n sngj mmbuat onar khdpn org lain or dnia. ltr blkngny bs krn skdr ‘hobi’, iseng, or bs jg krn ingn mnguasai phk ‘korbn’, baik scr smbnyi2 maupn trng2an.
    u wtc 911, skdr mngingatkn, anda tntu sdh thu kan, kl prstw tsb adl knsprsi spr bsr dr pnguasa dnia. di youtube jg dtyngkn bbrp ‘kjnggln2ny’. wrtwn prncs jg mnctt bhw sktr 10 mnt sblm pswt mnbrk gdung, sjmlh bsr anggta kmunitas muda yhdi mndpt sms yg isiny prnth u mnjauhi wtc.
    trkhr, mslah gmbr dpsng. kykny akn mncul stgma bhw trrs it brgma islm. or…….., islm is trrst. trims.

    Suka

  2. Asalamualaikum paak. Selamat pagi pak Reza

    Sya ingin bertanya pda pak Reza apakah kebenaran itu akan terlihat seiring dengan perubahan yang terjadi ?

    Suka

  3. Asalamualaikum pak reza slamat pagi.

    Disini sya ingin bertanya apakah kebenaran akan muncul seiring terjadinya perubahan dan kebenaran akan terlihat di saat kita melihatnya dan mengalaminya ?

    Suka

  4. Tapi bisakah saya misalnya berasumsi bahwa seorang filsuf dan seorang teroris itu pada dasarnya sama saja di dalam radikalitas berfikirnya.

    Suka

  5. Tapi bisakah saya misalnya berasumsi bahwa seorang filsuf dan seorang teroris itu pada dasarnya sama saja di dalam radikalitas berfikirnya.

    Suka

  6. Ada dua pemahaman radikal. Yang pertama adalah berpikir sampai ke akar. Inilah para filsuf. Yang kedua adalah berpikir secara ekstrem dan diskriminatif. Inilah kaum radikal yang menjadi penyebab kekacauan di berbagai belahan dunia.

    Suka

  7. Menarik sekali pandangannya.

    Izin bertanya pak. Bagaimanakah menyelesaikan permasalahan teroris ini kalau dikaji dari perspektif filsafat hukum?

    Suka

  8. Menarik sekali pandanganya.

    Izin bertanya pak. Bagaimanakah cara menyelesaikan permasalahan teroris ini kalau dikaji dalam perspektif filsafat hukum? Terima kasih.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.